Kamis, 02 April 2015

tugas softskill P. kewarganegaraan ( Kasus Bank Century)

KASUS BANK CENTURY
BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang Kasus Bank Century
Hiruk pikuk seputar kasus Bank Century, yang kini telah berganti nama menjadi Bank Mutiara, menyita perhatian banyak elemen masyarakat. Tema besar kasus tersebut adalah korupsi. Lakon para legislator/Dewan Perwakilan Rakyat/DPR (baca: Panitia Khusus/Pansus Hak Angket Bank Century) dalam upaya pembongkaran kasus Bank Century, disimak secara luas oleh masyarakat melalui pemberitaan berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Bahkan masyarakat sendiri dapat melihat jalannya persidangan Pansus Hak Angket Bank Century melalui program Breaking News yang disiarkan secara langsung (Live Streaming) oleh beberapa televisi swasta. Pemerintah (DepKeu) dan Bank Indonesia (BI) yang sementara ini dituduh sebagai pihak-pihak yang paling bertanggungjawab atas pengucuran dana talangan (bailout) kepada Bank Century—yang dinilai telah merugikan negara sekitar Rp6,76 Trilyun—melakukan pembelaan diri, seolah tidak ada yang keliru dengan mekanisme dan keputusan yang telah diambilnya.

Para politisi di luar parlemen saling adu argumen. Di satu pihak partai politik tertentu mempertanyakan komitmen partai lain atas koalisi politik yang telah mereka bangun bersama, sedangkan di pihak lain partai yang dituduh “berkhianat” membela dirinya atas nama kebenaran dan keberpihakan kepada rakyat. Rakyat yang tidak puas dengan kinerja parlemen dan pemerintah melakukan unjuk rasa di mana-mana menuntut tegaknya kebenaran dan keadilan.


 Secara kronologi kasus Bank Century dimulai pada tahun 1989 oleh Robert Tantular yang mendirikan Bank Century Intervest Corporation (Bank CIC). Tahun 1999 pada bulan Maret Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas pertama dan Robert Tantular dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia.

Pada tahun 2002 Auditor Bank Indonesia menemukan rasio modal Bank CIC amblas hingga minus 83,06% dan CIC kekurangan modal sebesar Rp 2,67 triliun. Tahun 2003 bulan Maret bank CIC melakukan penawaran umum terbatas ketiga.

Bulan Juni Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas keempat. Pada tahun 2003 pun bank CIC diketahui terdapat masalah yang diindikasikan dengan adanya surat-surat berharga valuta asing sekitar Rp 2 triliun yang tidak memiliki peringkat, berjangka panjang, berbunga rendah, dan sulit dijual.


BI menyarankan merger untuk mengatasi ketidakberesan pada bank ini. Tahun 2004, 22 Oktober dileburlah Bank Danpac dan Bank Picco ke Bank CIC. Setelah penggabungan nama tiga bank itu menjadi PT Bank Century Tbk, dan Bank Century memiliki 25 kantor cabang, 31 kantor cabang pembantu, 7 kantor kas, dan 9 ATM. Tahun 2005 pada bulan Juni Budi Sampoerna menjadi salah satu nasabah terbesar Bank Century Cabang Kertajaya Surabaya.
 

















BAB II
PEMBAHASAN
KASUS BANK CENTURY

Tahun 2008, Bank Century mengalami kesulitan likuiditas karena beberapa nasabah besar Bank Century menarik dananya seperti Budi Sampoerna akan menarik uangnya yang mencapai Rp 2 triliun. Sedangkan dana yang ada di bank tidak ada sehingga tidak mampu mengembalikan uang nasabah dan tanggal 30 Oktober dan 3 November sebanyak US$ 56 juta surat-surat berharga valuta asing jatuh tempo dan gagal bayar

Keadaan ini semakin parah pada tanggal 17 November, Antaboga Delta Sekuritas yang dimiliki Robert Tantular mulai tak sanggup membayar kewajiban atas produk discreationary fund yang dijual Bank Century sejak akhir 2007.
Pada 20 November 2008, BI melalui Rapat Dewan Gubernur menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Keputusan itu kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Kemudian KSSK mengadakan rapat pada 21 November 2008.

Berdasarkan audit BPK, rapat tertutup itu dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai ketua KSSK, Raden Pardede selaku Sekretaris KSSK, Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi (UKP3R) Marsilam Simanjuntak, dan Gubernur BI Boediono sebagai anggota KSSK.

Rapat itu kemudian ditindaklanjuti dengan rapat Komite Koordinasi yang dihadiri oleh Ketua KSSK, Gubernur BI, dan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Peserta rapat sepakat menyatakan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan menerima aliran dana penanganan Bank Century melalui LPS.

Saat rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memutuskan nasib Bank Century, Marsilam masih menjabat sebagai Ketua UKP3R. Akan tetapi keikutsertaanya dalam kapasitas sebagai penasihat Menteri Keuangan RI dan seagai narasumber.
Dari rapat tersebut diputuskan menyuntikkan dana ke Bank Century sebesar Rp 632 miliar untuk menambah modal sehingga dapat menaikkan CAR menjadi 8%. Enam hari dari pengambilalihan LPS mengucurkan dana Rp 2,776 triliun pada Bank Century untuk menambah CAR menjadi 10%. Karena permasalahan tak kunjung selesai Bank Century mulai menghadapi tuntutan ribuan investor Antaboga atas penggelapan dana investasi senilai Rp 1,38 triliun yang mengalir ke Robert Tantular.

Bank yang tampak mendapat perlakuan istimewa dari Bank Indonesia ini masih tetap diberikan kucuran dana sebesar Rp 1,55 triliun pada tanggal 3 Februari 2009. Padahal bank ini terbukti lumpuh.

Pada 5 Desember 2008 LPS menyuntikkan dana kembali sebesar Rp 2,2 triliun untuk memenuhi tingkat kesehatan bank. Akhir bulan Desember 2008 Bank Century mencatat kerugian sebesar Rp 7,8 triliun.

            Pada Bulan Juni 2009 Bank Century mencairkan dana yang telah diselewengkan Robert sebesar Rp 180 miliar pada Budi Sampoerna. Namun, dibantah oleh Budi yang merasa tidak menerima sedikit pun uang dari Bank Century. Atas pernyataan itu LPS mengucurkan dana lagi kepada Bank Century sebesar Rp 630 miliar untuk menutupi CAR. Sehingga, total dana yang dikucurkan kepada Bank Century sebesar Rp 6,762 triliun.

A.        Resiko Sistemik

Beberapa Menkeu saat itu Sri Mulyani menyatakan bahwa alasan menyelamatkan Bank Century karena bank ini ‘berpotensi sistemik’ dalam merusak sistem perbankan nasional. Karena ada ‘resiko sistemik’ maka Negara –dalam hal ini LPS– bertanggung jawab untuk menyuntikkan dana 6,7 triliun rupiah ke bank tersebut.

Sebuah argumen yang masih layak diperdebatkan, apakah sistemik yang dimaksud ?. Benarkah hipotesis bahwa kalau Bank Century tidak diselamatkan –alias langsung ditutup saja– akan ada potensi kerusakan sistemik ?.
Ataukah  itu hanya imajinasi paranoid dari para bankir sayap kanan –ideologi yang sama yang meruntuhkan perbankan pada 1998 dan Amerika pada dekade ini ?
Menkeu juga berkali-kali menyatakan bahwa kebijakan itu sah. Bahwa kebijakan ini telah melalui prosedur formal yang benar, sesuatu yang kemudian terbantahkan sebagian oleh kenyataan bahwa Perpu JPS telah ditolak DPR; dan bukti bahwa keputusan itu tanpa ijin/persetujuan lebih dahulu dari pemegang mandat politik, yaitu Tuan Presiden / Wapres.
Khusus untuk Presiden, sampai hari ini tidak ada konfirmasi apakah SBY menyetujui hal ini pada pertemuan tanggal 13 November 2008.
Beberapa pengamat –diantaranya Tuan Antonius Tony Prasetyantono, Chief Economist BNI dan dosen FE-UGM– menyatakan bahwa tidak ada potensi kerugian dalam kasus ini.

Seperti juga Kepala LPS, Tuan Firdaus Djaelani, mereka menyatakan bahwa kerugian negara dalam kasus Bank Century adalah hipotetis karena bisa dijual dengan harga lebih mahal daripada dana suntikannya, sebuah mitos yang sejak BLBI pertama tidak pernah terbukti. Mungkin kita masih ingat, recovery rate eks BPPN hanyalah sebesar 28%.
Kita perlu mengujinya satu per satu beberapa argumen yang ditawarkan pada publik belakangan ini.

Pertama, sistemik. Sampai hari ini BI dan Menkeu sebagai KKSK tidak pernah menjelaskan dengan gamblang apa itu resiko sistemik dan bagaimana itu bisa terjadi. Yang parah bahwa penjelasan sistemik itu barangkali tidak sampai di telinga Presiden dan Wapres sampai konfirmasi terakhir tanggal 25 November 2008 saat Sri Mulyani melapor pada  Wapres, 2 hari setelah pengucuran pertama sebesar 2,7 triliun pada tanggal 23 Nov.

Sistemik telah berubah menjadi loncatan logika yang ngawur. Sebuah problem di sebuah bank kecil yang diawali oleh kesalahan kriminal para bankirnya dipetakan sebagai punya potensi pengaruh pada keseluruhan sistem perbankan nasional.
Imajinasi yang dibangun bahwa bila dibiarkan atau ditutup maka hal ini akan menciptakan rush pada perbankan nasional perlu diuji : apakah benar ?.
Adakah penjelasan teknis mengenai hal ini ?. Ataukah jangan-jangan ada deposan besar tertentu yang perlu dilindungi atau ditalangi oleh LPS ?.
Bagaimana saling terkait dengan bank atau institusi lain sehingga berpotensi sistemik ?

Berbagai gosip di dunia bawah tanah perbankan menduga bahwa ada deposan besar yang tersangkut uangnya dan harus ditalangi; mengganggu dan menuntut penjelasan apa yang dimaksud sistemik tersebut.
Yang menyakitkan adanya pikiran bahwa karena kesalahan kriminal di sebuah bank –ingat kasus Bank Century diawali oleh tindak penerbitan reksadana bodong dan eksposure kredit yang nakal– dapat ‘dibantu negara’ ketika ia bersifat sistemik. Apa ini ?

Seperti berpesan :  “jadilah penjahat yang punya pengaruh sistemik, pastilah dibantu negara.”

Para pengamat dan juga  Menkeu selalu bilang bahwa uang talangan bukanlah uang negara. Apa benar ?

Setoran awal LPS senilai 4 triliun merupakan uang negara. Premi dari peserta penjaminan LPS pada akhirnya sebenarnya adalah uang rakyat.
Ketika premi dihabiskan –atau menjadi mahal karena resiko sistemik yang diciptakan para bankir nakal– maka bebannya ditaruh pada pundak para deposan dan kreditur.

SBI 6,5% tapi KPR 15%, selisih yang besar karena ada resiko pada sistem, harus ditanggung dengan membebankan premi pada ‘biaya’. Dan jatuhlah pada tanggungan Anda,para nasabah bank.

Pradjoto mengatakan bahwa yang menjadi masalah sebetulnya adalah mengapa Bank Century bisa dikatakan sistemik. Hanya saja, lanjut Pradjoto, hal itu sulit diukur karena tidak mungkin menggunakan parameter yang berlaku saat ini untuk menjangkau masa lampau.
Menurutnya, jika terjadi keadaan bank seperti yang dahulu dialami Century pada saat ini, kemungkinan besar bank bersangkutan akan ditutup. Artinya, persoalan sistemik yang dialami Century sangat dipengaruhi krisis ekonomi global saat itu.

 Mengapa kita harus mengukur potensi sitemik dengan parameter yang berlaku saat ini ?. Justru yang paling tepat adalah menggunakan parameter saat lalu. Ketidaktepatan pengambilan keputusan penyelamatan tidak hanya tergantung pada ‘potensi sistemik’ tetapi juga pada aspek kecukupan dan kelengkapan pertimbangan lainnya seperti aspek cost, benefit dan risiko juga tergantung pada sudah diidentifikasinya semua alternatif pilihan penggambilan keputusan.
Tidak tercapainya tujuan pengambilan keputusan pada saat ini bisa juga dianalisis dari kecukupan hal-hal tersebut
Kedua, soal sah. Menkeu selalu berlindung pada argumen bahwa kebijakan ini diambil secara sah. Menkeu lupa bahwa dalam azas kebijakan publik, sah saja tidak pernah cukup. Ada azas lain yang lebih penting, yaitu adil.
Semua kebijakan Pak Harto juga sah; bahkan praktis semua kasus korupsi modern juga sahkarena secara administratif telah memenuhi syarat formal.
Korupsi modern diatur dalam ruang aturan legal yang ketat, melalui proses tender, ditetapkan melalui aturan formal dan sah.  Kesalahan kriminal segelintir orang kok ditanggung oleh kita bersama ?.

Ketiga, potensi kerugian. Beberapa pengamat –seperti Toni– bilang bahwa tidak ada kerugian negara dalam kasus Bank Century. Apakah benar ?.
Bahkan bila Toni memperhitungkan PV (present value) dari suntikan dana ini pada 3 tahun mendatang; apakah tidak ada potensi kerugian ?.
Benarkah kita bisa menjamin bahwa pada 3 tahun mendatang nilai penjualan Bank Century lebih besar dari 6,7 triliun ?.
Siapakah yang mau membeli dengan nilai lebih dari 6,7 triliun ketika aset dan resiko manajemennya jauh lebih rendah dari angka itu ?.
Apalagi mengingat pengalaman 1998 ketika recovery rate aset eks bank hanyalah 28% ?

Yang lebih tidak masuk akal adalah wacana yang dilontarkan pengamat –misalnya Toni– ini dinyatakan sebelum audit (BPK) dilakukan.
Tidak ada laporan faktual yang kredibel yang menjelaskan posisi aset sebenarnya Bank Century, berapa kewajibannya, berapa Dana Pihak Ketiganya serta berapa aset bersih wajarnya ?

Baiklah barangkali para anggota di DPR yang membongkar kasus ini punya pretensi dengan bayangan kerugian besar tapi menyatakan bahwa Century tidak berpotensi kerugian merupakan imajinasi sesat.


Keempat, yang paling mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa beberapa pihak yang terlibat merupakan jantung dari kabinet SBY, sekarang dan kabinet mendatang. BI bersalah karena gagal melakukan pengawasan yang baik, pimpinannya waktu itu adalahBoediono yang sekarang jadi Wapres terpilih.
Boediono bahkan ditunjuk Jenderal SBY untuk memimpin penyusunan program kerja 100 harinya. Pihak lain yang terlibat adalah Nyonya Sri Mulyani, Menkeu sekarang dan dipastikan salah satu jantung mesin ekonomi SBY di kabinet mendatang.

Luar biasa, dengan orang-orang yang sama, cara berpikir yang sama serta cara mengelolakebijakan publik yang sama, menurut saya mengkhawatirkan untuk membayangkan bagaimana mesin kabinet SBY mengolah kebijakan publik di masa depan.

Dengan kasus yang identik di masa depan ataukah kasus lain, sulit mengharapkan adanya keluaran kebijakan berbeda pada periode mendatang.
Orang yang sama, cara berpikir yang sama dan cara mengelola kebijakan publik yang sama merupakan resiko yang melekat pada kabinet SBY mendatang.
Dan kasus Bank Century membuat gamblang bagaimana resiko sistemik yang melekat padakabinet mendatang.

B. Hasil audit BPK                                                  

Hasil audit interim BPK atas Century itu telah diserahkan kepada DPR pada 28 September 2008. Pada tanggal 30 September laporan awal audit BPK mengungkapkan bahwa banyak kejangggalan dalam masalah pengucuran dana pada Bank Century.

Pada akhirnya BPK menemukan 9 temuan dalam kasus Bank Century diantaranya Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bisa menangani sebagian besar dari sembilan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus Bank Century jika sesuai dengan kewenangan KPK dan ditemukan cukup bukti. Satu-satunya temuan BPK yang tidak bisa ditangani KPK adalah temuan ketujuh, tentang penggunaan FPJP oleh manajemen Bank Century. Sementara enam temuan lain bisa ditangani KPK jika memenuhi ketentuan dalam Undang-Undang KPK. KPK membagi temuan BPK dalam tiga periode.

Pertama periode sebelum pengucuran FPJP. Tiga temuan BPK masuk dalam periode itu, yakni ketidaktegasan BI dalam menerapkan aturan akuisisi dan merger tiga bank menjadi Bank Century, ketidaktegasan pengawasan BI, dan praktik tidak sehat oleh pengurus Bank Century.

Kedua, setelah kucuran FPJP. Selain temuan ketujuh, temuan ketiga juga dimasukkan dalam periode ini. Temua ketiga berupa pemberian FPJP dengan mengubah ketentuan BI.

Ketiga, periode sejak ditangani LPS. Temuan BPK yang masuk periode ini penentuan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik tidak didasarkan data mutakhir (temuan keempat), penanganan oleh LPS dilakukan melalui Komite Koordinasi yang belum dibentuk oleh undang-undang (temuan kelima).
Kemudian penanganan Bank Century oleh LPS tidak disertai perkiraan biaya penanganan sehingga terjadi penambahan (temuan keenam), pembayarankepada pihak ketiga selama Bank Century berada dalam pengawasan khusus (temuan ketujuh), dan penggelapan dana kas 18 juta dolar AS (temuan kedelapan).Uang LPS yang dikucurkan adalah uang negara meski sudah dipisahkan. Pengertian pemisahan dana LPS adalah dipisahkan dari APBN. Dengan demikian, uang LPS sama statusnya dengan uang sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai uang negara yang dpipisahkan dari APBN.

C. Panitia Khusus (Pansus) Century

Atas temuan BPK yang janggal tersebut DPR melakukan hak angket. Hak angket adalah hak anggota badan legislatif untuk mengadakan penyelidikan kembali. Panitia Khusus Hak Angket yang dibentuk terdiri dari 139 anggota dari 8 fraksi, diketuai oleh Idrus Marham. Tujuan dari pansus ini adalah mengadakan penyelidikan selama 3 bulan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab dan yang berhubungan dengan bank Century dengan meminta kesaksian dari ihak-pihak tersebut.

1. Kesaksian Menteri Keuangan Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani bertanggung jawab penuh atas keputusan penyelamatan Bank Century berdasarkan data awal nilai bailout dari BI sebesar Rp 632 miliar. Pada 13 November 2008, Sri Mulyani pernah membicarakan krisis keuangan global dan perbankan nasional kepada Presiden dan Wakil Presiden. Dalam pembicaraan tersebut diberitahukan bahwa keadaan bisa memburuk karena Bank Century kalah kliring. SBY mengatakan perlu ada langkah-langkahpencegahan, sementara JK tidak ingin ada penjamin penuh terhadap Bank Century.

Sri Mulyani telah melaporkan keputusan KSSK untuk memberikan dana talangan pada Bank Century kepada Presiden SBY dan Wakil Presiden JK melalui SMS. SMS tersebut ia kirimkan pada 21 November 2008 sekitar pukul 8.30 WIB. Komisi XI DPR, pada saat rapat kerja pada 3 Desember 2008, juga menyatakan perlunya penjamin penuh atas Bank century.
Selain itu, Sri Mulyani tidak puas atas berubah-ubahnya data yang diberikan BI terkait dana yang dibutuhkan untuk penalangan. Pada 21 November 2008, tiga hari data terus berubah hingga mencapai Rp 6,7 triliun. Menurutnya, tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan dari bailout ini. Masyarakat justru diuntungkan karena dana talangan mencegah Indonesia dari krisis ekonomi internasional saat itu. Bank kecil seperti Bank Century, tidak termasuk ke dalam 15 bank besar yang disebut Systematically Important Bank (SIP), juga bisa menimbulkan dampak sistemik dalam situasi krisis.
Krisis yang sudah terjadi di Indonesia bisa menjadi sistemik seperti 1998 lalu jika Bank Century tidak diselamatkan. Tanda-tandanya sudah ada. Semenjak 21 November 2008, penanganan Bank Century oleh Lembaa Penjamin Simpanan tak lagi menggunakan Perppu JPSK. Penanganan melalui bailout Rp 6,7 triliun tersebut berdasarkan UU LPS.

2. Kesaksian Mantan Gubernur BI Boediono

Boediono menyatakan, kehadiran Kepala Kerja Program Reformasi Marsilam Simanjuntak dalam rapat KSSK sebagai narasumber. Boediono tidak ingat secara pasti detail rapat KSSK. Pemberian dana talangan tidak wajib dilaporkan olehnya kepada Wakil Presiden.
Dana Yayasan Kesejahteraan Karyawan BI (YKKBI) di Century bukan alasan penyelamatan Bank Century. Berapa pun besarnya kerugian yang diderita BI untuk menyelamatkan Bank Century di waktu krisis tidak akan menjadi masalah, dibandingkan dengan harus menutup bank tersebut. Mutasi mantan Direktur Pengawasan I Zainal Abidin pada bulan Desember 2008 bukan karena Zainal menentang perubahan aturan pemberian FPJP. Mutasi Zainal Abidin pada saat itu bertujuan untuk meningkatkan kerja.
Boediono tidak mengumumkan pada public soal gagal kliring yang dialami Bank Century, sehingga menyebabkan bank tersebut rush. Definisi keuangan negara dalam LPS diserahkan pada ahli hokum tata negara dan ahli hokum keuangan negara.


3. Kesaksian Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla
Mantan Wakil Presiden M. Jsufu Kalla menyatakan krisis yang mengganggu perekonomian nasional hanya sebagai keadaan yang tidak biasa. Ada krisis, tetapi tidak signifikan. Pada tahun 2008 tidak ada kepanikan. Pada 1998, inflasi mencapai 75%, tetapi pada 2008 inflasi hanya 3%. Selain itu, suku bunga yang terjadi pada 1998 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga 2008. PPada 2008, kurs rupiah anjlok hingga Rp 12.000 per dolar AS. Namun anjloknya nilai tukar saat itu dianggap wajar. Sebab, aliran dana asing keluar dari Indonesia.
JK juga mengatakan bahwa Bank Century tidak mengalami rush atau kepanikan dengan penarikan dana besar-besaran. Menurut JK yang terjadi adalah Bank Century kalah kliring dan itu bukan disebabkan adanya rush. Bailout yang dikeluarkan untuk Bank Century berpotensi merugikan negara. Bank Century seharusnya tidak perlu diselamatkan karena dananya dirampok oleh pemilik bank itu sendiri, Robert Tantular.
Uang LPS masuk kategori uang negara. Hal ini disebabkan dalam Undang-Undang LPS, LPS bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, JK menolak usulan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4/2008, tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan atau Perppu JPSK. JK juga tidak menerima laporan via SMS dari Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 21 November 2008. Laporan kebijakan melalui SMS adalah suatu tindakan yang tidak patut untuk kebijakan penting. JK baru mengetahui adanya masalah Bank Century saat Sri Mulyani dan Gubernur BI Boediono melapor di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, 25 November 2008 empat hari setelah Bank Century diputuskan sebagai bank gagal berdampak sistemik. JK juga tidak pernah mengintervensi penangkapan mantan pemilik Bank Century oleh polisi, melainkan memerintahkan penangkapan itu.

4. Kesaksian Mantan Kabareskrm Komisaris Jenderal Susno Duadji

Mantan Kabareskrim Komisaris Jenderal Susno Duadji mengatakan Bank Indonesia pernah melaporkan pemilik Bank Century, Robert Tatular, ke Mabes Polri. Namun, laporan tersebut disampaikan setelah Robert Tantular ditangkap Mabes Polri atas perintah Wakil Presiden Jusuf Kalla. BI menyerahkan berkas-berkas laporannya itu dua hari setelah penangkapan Robert.
Susno Duadji mengakui bahwa Polri mendapat perintah penangkapan Robert Tantular dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pada 25 November 2008 saat dirinya memberitahukan kepada BI untuk menagkap pemilik Bank Century, petinggi BI menganggap bukti-buktinya belum cukup.
Oleh karena itu, meski Wakil Presiden Jusuf Kalla telah memerintahkan kapolri untuk menangkap Robert Tantular, baru setelah dua jam Kapolri bisa menangkapnya. Ketika itu ada kekhawatiran Robert kabur mengingat semua keluarganya sudah diungsikan ke luar negeri.
Menurut Susno, apa yang dilakukan Robert adalah murni perampokan. Uang nasabah yang dicuri lebih kurang Rp 1,298 triliun yang disembunyikan di sejumlah negara dan sebagian sudah dibekukan.

D.        Sidang Paripurna DPR
             Sidang paripurna DPR Tentang Skandal Century - Panitia Hak Angket DPR untuk kasus Bank Century menyimpulkan bahwa kebijakan akuisisi dan merger tiga bank, yakni CIC, Dampac, Picco melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akuisisi ini pun syarat dengan penipuan, pencucian uang yang dilakukan pemilik dan pengurus bank.
"Permasalahan Bank Century telah muncul sejak proses akuisisi merger Bank CIC, Bank PICCO dan Bank Dampac, yang tidak dilaksanakan menurut peraturan-peraturan yang berlaku." demikian awal kesimpulan Pansus Hak Angket DPR untuk Kasus Bank Century yang dibacakan ketuanya, Idrus Marham.
Bahkan, Pansus menilai proses akuisisi dan merger itu telah melanggar peraturan perundang-undangan, syarat penipuan dan praktik pencucian uang oleh pemilik, pengurus dan pejabat bank. Praktik penipuan dan pencucian uang yang dilakukan manajemen Bank Century, dilakukan secara terus menerus ini terjadi, akibat lemahnya pengawasan otoritas Bank Indonesia.
Pihak BI pun dinilai tidak tegas dalam menindak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan manajemen Bank Century. Bahkan, BI justru memberikan kebijakan yang berlebihan terhadap proses akuisisi merger Bank Century. Padahal, pemilik bank jelas-jelas tidak melaksanakan komitmen-komitmen-nya.
Dalam kesimpulan Pansus ini, sebagian besar fraksi yang ada menyatakan beberapa pejabat perbankan dan institusi lainnya yang diduga bertanggung-jawab atas semua pelanggaran dalam kasus Bank Century. Nama mantan Gubernur BI yang kini Wakil Presiden, Boediono, dan mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang kini Menteri Keuangan, Sri Mulyani, termasuk pejabat yang dianggap paling bertanggung-jawab. Selain sejumlah pejabat perbankan, juga disebutkan pihak-pihak lain dari pemilik dan manajemen Bank Century. Pansus merekomendasikan agar semua pihak yang diduga bertanggung-jawab ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi

1.                  Demi menjaga stabilitas ekonomi, kriminal atau tidak, bobrok ngga bobrok, Bank Century ini harus diselamatkan at all cost.
2.                  Dana talangan yang dikucurkan pemerintah dan BI, Sri Mulyani dan Boediono terus naik mencapai Rp 6,3 Trilyun. Digelontorkan sejak 23 November 2008. Dasarnya karena masalahnya membesar dan pemerintah harus menambah suntikan dana (Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan). Kalau ini tidak dilakukan, kerugian yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi akan jauh lebih masif.
3.                  Alasan utama bail-out Bank Century, versi Pemerintah dan BI :
Bail out harus dilakukan karena bisa secara sistemik merembet dan mengguncang ekonomi nasional, melalui
A.                Terganggunya sistem pembayaran nasional, b. guncangan pada stabilitas pasar uang, nilai rupiah rupiah, dan menurunnya cadangan devisa, c. merembet ke bank-bank lain, d. pelarian besar-besaran modal ke luar negeri, e. masuk ke sektor riil, f. dan akhirnya, faktor psikologis masyarakat dan pasar yang tidak rasional, terutama saat krisis global, membuat ini bisa mengguncang ekonomi Indonesia secara umum, g. Indonesia bisa masuk jurang krisis ekonomi jilid II
B.                 Untuk menyelamatkan Bank Century, BI juga merubah aturan syarat kecukupan modal (CAR), dari 8% menjadi 0%. Perubahan peraturan termasuk juga memungkinkan deposan-deposan besar diatas Rp 2 milyar yang sebelumnya tidak dijamin, bisa mendapatkan uangnya kembali.
C.                 Pendapat Kontra Bail-out :
a.                   Bank Century terlalu kecil untuk bisa mempengaruhi sistem keuangan dan ekonomi Indonesia secara umum. Aset Century cuma 0,05 persen dari total aset perbankan Indonesia.
b.                  Bank Century diselamatkan bukan karena faktor sistemik, tapi konspirasi sementara pejabat BI untuk menyelamatkan deposan besar, seperti Budi Sampoerna dengan simpanan Rp 2 Trilyun (diantaranya pendapat ICW).
c.                   Para deposan besar ini diantaranya adalah penyumbang kampanye SBY (status : rumor, belum ada bukti, dan buku “Gurita Cikeas”).
d.                  Kekacauan Bank Century awalnya adalah kelemahan Bank Indonesia dalam mengawasi bank nakal. BI harus bertanggung jawab
Para tokoh kontra bail out : Kwik Semakin Gie, Anwar Nasution (Ketua BPK), mantan Wapres Jusuf Kalla, Amien Rais, ekonom Imam Sugema, dll.

4.                  KPK meminta BPK yang dipimpin Anwar Nasution mengaudit Bank Century. KPK dan Anwar Nasution percaya ada indikasi korupsi dalam penyelamatan Bank Century. KPK juga menyadap salah satu petinggi Polri.
5.                  Dua logika berlawanan yang bisa terjadi.
a.       Bank Century tidak perlu diselamatkan, karena Indonesia tidak krisis.
b.      Indonesia berhasil tidak masuk krisis, justru karena Century diselamatkan.
Faktanya adalah saat itu adalah awal mula krisis global di negara maju yang bisa merembet ke Indonesia, dan banyak orang kaya di Indonesia yang jelas grogi dengan keamanan uangnya di Indonesia.

6.                  Alasan riil Angket Bank Century oleh DPR bisa ada 3
DPR ingin memperjuangkan rakyat. Pihak-pihak di DPR ingin main politik, baik itu untuk menjatuhkan pemerintah, merebut kemenangan di Pemilu berikutnya, maupun untuk semata-mata meningkatkan daya tawar politik.
Lupa adanya urusan lain yang lebih kritis, seperti tingkat pengangguran yang terus bertambah dan daya saing nasional Indonesia yang makin menurun.

Banyak pihak yang menilai bahwa sebenarnya Bank Century tidak pantas mendapat bailout. Beberapa alasan tersebut didasari oleh fakta bahwa Bank Century adalah bank menengah kebawah yang tidak akan menimbulkan resiko sistemik bila terjadi kebangkrutan. Pada waktu itu, total aset bank tersebut adalah sekitar Rp 15 triliun, tak lebih dari 0,75 persen dari total aset perbankan. Jumlah nasabah yang 65 ribu orang itu hanya sekitar 0,1 persen dari total nasabah perbankan dan hanya memilki sekitar 65 cabang. Yang kedua adalah karena kewajiban antar banknya hanya sekitar Rp750 milyar sehingga bila bank ini bangkrut tidak akan terlalu mempengaruhi bank lain secara langsung. Alasan ketiga adalah karena pada dasarnya bank ini bukanlah bank yang sehat(akan dibahas setelah ini).Beberapa pakar menyebutkan bahwa Bank Century di-bailout karena terkait masalah politis namun kita tidak akan membahas mengenai hal itu. Persoalan yang lebih jelas adalah resiko sistemik yang terkandung dalam kasus Bank Century ini. Resiko sistemik adalah resiko terjadinya multiplier-effect dari ditutupnya sebuah bank terhadap hancurnya bank-bank lain. Darmin Nasution mengatakan, Bank Century diselamatkan karena jika dibiarkan mati, dikhawatirkan menyebabkan 23 bank lainnya juga bermasalah akibat di-rush nasabahnya. Ke-23 bank tersebut merupakan bank-bank yang selevel dan memiliki hubungan bisnis dengan Bank Century. Di tengah krisis keuangan, kebangkrutan sebuah bank bisa merembet cepat ke bank lain yang selevel. Hal ini bisa kita analisis bahwa akan timbul sistemik risk secara direct dan indirect. Resiko secara langsung terjadi karena Bank Century memiliki hubungan bisnis dengan bank lain sehingga bila bank ini bankrut tentu akan mempengaruhi bank lain dan berpotensi terjadi kebangkrutan berantaui Resiko secara tidak langsung terjadi karena bila suatu bank bangkrut maka akan berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Hilangnya kepercayaan ini akan beresiko menimbulkan rush terhadap banyak bank yang walaupun tidak memiliki hubungan langsung dengan Century akan ikut terkena dampaknya karena memiliki level bank yang hampir sama. Hal ini juga diperparah karena cadangan uang LPS hanya sekitar Rp18 triliun sedangkan kewajiban penjaminan pada masa itu sekitar 500-600 triliun rupiah sehingga tentu saja kepercayaan nasabah akan penjaminan LPS akan dipertanyakan. Masih belum cukup parah, kondisi perekonomian dunia yang sedang terguncang oleh krisis dan banyaknya uang yang ter-repatriasi kembali ke Amerika Serikat akan cukup menjadikan jajaran pengambil kebijakan ekonomi Indonesia merinding ketakutan bila ternyata resiko sistemik ini benar-benar terjadi.

Dari dua analisis data diatas dapat kita ambil bahwa keputusan bailout Century berada pada posisi diantara fakta yang kurang mendukung adanya bailout dan resiko sistemik yang sangat besar jika tidak adanya bailout. Namun sampai pada titik ini, kami mendukung adanya bailout karena. Pertama, alasan sistemik diatas, pada kondisi biasa mungkin memang hanya bank dengan criteria 10 terbesar saja yang dapat menimbulkan resiko sistemik, namun pada kondisi ekonomi global seperti saat itu pendapat ini perlu dikaji ulang. Kedua, walaupun memiliki size yang menengah kebawah, kasus Bank Century ini mendapat porsi yang sangat besar dalam pemberitaan media. Perlu diingat bahwa pengaruh media di Indonesia sangatlah besar dalam menentukan suatu pilihan keputusan masyarakat umum. Ketiga, tipikal masyarakat Indonesia adalah tipe masyarakat yang latah terhadap suatu fenomena. Rush terhadap satu bank akan memicu rush-rush di bank lain. Selain itu rata-rata masyarakat Indonesia masih cukup awam mengenai permasalahan keuangan seperti ini. Walaupun kami yakin bahwa nasabah yang memiliki pengetahuan memadai tidak akan melakukan rush namun nasabah lain belum tentu demikian.

Hasil akhir dari kerja pansus Century selama 3 bulan dibahas dalam sidang Paripurna DPR yang dilaksanakan tanggal 2 sampai 3 Maret 2010. Sidang Paripurna yang dilaksanakan 2 hari tersebut hanya membahas 2 opsi kesimpulan dan rekomendasi penyelidikan yang dihasilkan oleh Pansus Century.

Inti Opsi pertama (A) menyatakan pemberian Fasilitas Peminjaman Jangka Pendek (FPJP) dan Penyertaan Modal Sementara (PMS) tidak bermasalah karena dilakukan untuk mencegah krisis dan sudah berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan opsi kedua (C), menyatakan baik pemberian FPJP maupun PMS bermasalah dan merupakan tindak pidana.

Posisi sikap fraksi 6 : 3 untuk yang menganggap bailout bermasalah (opsi C). Enam fraksi memilih opsi C. PKB, PD, dan PAN memilih opsi A.

Opsi A adalah posisi bagi mereka yang menganggap tidak ada penyalahgunaan wewenang. Layaknya hitam putih, opsi C adalah sebaliknya, fraksi yang menengarai penyalahgunaan wewenang memilih opsi ini

            Dari 6 fraksi yang memilih opsi C, hanya empat yang akan menyebut nama. Nama-nama yang di sebut diletakkan di matrik di bawah point ketiga kesimpulan akhir Pansus Century. Kesimpulan di susun per opsi (A/C) berikut poin poin pandangan fraksinya













BAB III
PENUTUP

A.        Kesimpulan

Tema besar kasus Bank Century adalah korupsi. Kemunculannya setelah kasus yang disebut sebagai kriminalisasi petinggi KPK, membuat orang bertanya-tanya: skenario apa yang sedang dimainkan? Lakon para anggota Pansus Hak Angket Bank Century, perdebatan antarpartai politik, pembelaan diri pihak yang dimintai tanggungjawabnya, dan pemberitaan media yang sangat hangat segera disambut dengan demonstrasi/unjuk rasa masyarakat di seluruh pelosok tanah air. Masyarakat menilai ada yang salah dengan kinerja petingginya. Ada unsur ketidaksetiaan para petinggi negara kepada konsensus bersama yang tidak lain merupakan nilai yang diperoleh dari realitas transendens, yang disebut dengan nama “Tuhan” oleh masyarakat modern. Fenomena ini harus segera diatasi.           
Ternyata masalah sesungguhnya dari Bank Century baru muncul ketika dana bailout mulai bergulir dan kejanggalan dalam neracanya mulai terungkap. Kelemahan manajemen mulai ramai setelah kekacauan reksadana Antaboga Deltasekuritas yang dikeluarkan Bank Century. Dari sini bisa kita simpulkan bahwa sebenarnya bailout untuk Century memang diperlukan namun dibalik itu ternyata banyak fakta bahwa kinerja dan tata kelola Century yang sangat buruk. Sebuah ironi memang, ketika kita terpaksa menolong orang jahat agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi orang banyak. Namun yang lebih penting adalah bagaimana kita mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa ini. UU PJSK yang mampu melindungi perbankan harus diimbangi dengan pengawasan dan tindakan tegas bagi pelanggar peraturan BI.
           
Tanpa diduga sebelumnya, upaya pemerintah menyelamatkan Bank Century dari kehancuran akibat perampokan sistematis yang dilakukan pemiliknya berkembang cepat dan langsung masuk ke pusat medan politik nan panas. Sejatinya, pengucuran dana (yang menurut Menkeu Sri Mulyani sebatas menaikkan CAR atau rasio kecukupan modal) sebesar Rp. 6,7 triliun hanya akan berbuntut pada pengusutan hukum di BPK, KPK atau kepolisian jika terindikasi ada oknum yang merekayasa pengucuran dana tersebut.

            Artinya, dengan asumsi ada orang-orang di pemerintahan dan di manajemen Bank Century yang menikmati keuntungan secara haram dari pengucuran dana, maka kasus ini, seperti biasa, akan kembali menambah daftar panjang koruptor dan penjahat berkerah putih Indonesia. 


B.        Saran

Menurut saya dalam menghadapi kasus bank Century perlunya kerjasama dengan baik antara pemerintah, DPR-RI dan Bank Indonesia. Pemerintah harus bertanggung jawab kepada nasabah Bank Century agar uangnya bisa dicairkan.
Kemudian siapa pun pihak pihak yang terbukti bersalah dalam proses penyelidikan dan penyidikan kasus Bank Century, harus segera diproses, diadili, dan dijatuhi hukuman yang sepantasnya. Jika pihak tersebut masih aktif bekerja di pemerintahan, sebaiknya segera dinon-aktifkan.
Dan BPK sebagai lembaga yang independen dalam tugasnya harus didukung, khususnya dalam menelusuri aliran dana PSPJ dan PMS di Bank Century, dan mengumumkan kepada publik pihak-pihak yang terbukti menerima aliran dana tersebut, lalu audit infestasi BPK harus dilakukan dengan tuntas dan dibantu oleh Polri, kejaksaan, Pemerintah Bank Indonesia.
KPK dan PPATK harus didorong untuk menuntaskan kasus ini. Keterlibatan polisi di dalam kasus ini harus ditolak karena mengandung konflik kepentingan. Keterlibatannya sudah sepantasnya ditolak, mengingat kasus BLBI yang nyatanya kandas di tengah jalan ketika ada di tangan polisi, jaksa, dan hakim. Dan seharusnya juga ada trasparansi public dalam menyelesaikan kasus Bank century sehingga tidak terjadi korupsi.


DAFTAR PUSTAKA



2009, 24 November. Dana Rp 5,8 Triliun Diselewengkan. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 1.
2009, 25 November. Kasus Century bukan Karena Krisis, Murni Kriminal. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 22.
2009, 27 Desember. SBY tak Pernah Usut Marsilam. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 1.
2010, 4 Januari. Panggil Staf Khusus Presiden. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 8.
2010, 5 Januari. Rekomendasi Pansus Agar Objektif. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 2.
2010, 5 Januari. KPK Bisa Usut Kasus Besar Skandal Century. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 7.
2010, 6 Januari. KPK Akan Panggil Sri Mulyani. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 8.
2010, 6 Januari. Pengejaran Aset Century Terlambat. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 8.
2010, 6 Januari. Merger Tiga Bank Pilihan Dilematis. Pikiran rakyat [Surat Kabar], halaman 8.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar