TUGAS
SOFTSKILL
MAKALAH
KESELAMATAN K3 PADA PERTAMBANGAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia
secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati
posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.
Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di
dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar
global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat
ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan
perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan
kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait
dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin
tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja.
Di era
globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang
ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang
harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk
mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja
Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku
sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,
serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja.
Kecelakaan
kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja
dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh,
merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan
non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita
pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju
(dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi.
Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan
kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang
meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun
sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan
upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja,
keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang
membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam
bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu
komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam
kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk
menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Indonesia
memiliki berbagai sektor industri yang salah satunya yaitu pertambangan.
Pertambangan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional.
Pertambangan memberikan peran yang sangat signifikan dalam perekonomian
nasional, baik dalam sektor fiscal, moneter, maupun sektor riil. Peran pertambangan
terlihat jelas dimana pertambangan menjadi salah satu sumber penerimaan negara;
berkontribusi dalam pembangaunan daerah, baik dalam bentuk dana bagi hasil
maupun program community development atau coorporate social responsibility;
memberikan nilai surplus dalam neraca perdagangan; meningkatkan investasi;
memberikan efek berantai yang positif terhadap ketenagakerjaan; menjadi salah
satu faktor dominan dalam menentukan Indeks Harga Saham Gabungan; dan menjadi
salah satu sumber energy dan bahan baku domestik.
Salah satu
karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan
memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kelancaran
operasi, menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit
akibat kerja maka diperlukan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
pada kegiatan pertambangan.
Terjadinya
kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan
suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang
cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak
sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang
sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat
digantikan oleh teknologi apapun.
Upaya
pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan penerapan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja. Secara keilmuan K3,
didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi tentang pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3 merupakan
kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja.
Melalui
peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat ditegakkan,
untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang K3.
Bahkan ditingkat internasionalpun telah disepakati adanya konvensi-konvensi
yang mengatur tentang K3 secara universal sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh organisasi dunia seperti
ILO, WHO, maupun tingkat regional.
Ditinjau
dari aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat kecelakaan akan
menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan juga menurun, dan biaya tenaga
kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang efektif akan dapat
meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan hasil produksi.
Hal ini pada gilirannya kemudian dapat mendorong semua tempat kerja/industri
maupun tempat-tempat umum merasakan perlunya dan memiliki budaya K3 untuk
diterapkan disetiap tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi salah satu budaya
industrial.
Dengan
melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja dari risiko
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu
melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3,
diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja
yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan
produktivitas perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya dalam
upaya meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban
manusia. Oleh karena itu, kami membahas tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
di salah satu industri yaitu industri pertambangan batubara yang merupakan
industri besar diwilayah Indonesia.
B. Tujuan
Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Kecelakaan kerja
tambang.
2. Untuk mengetahui peran K3 dalam
mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
3. Untuk mengetahui Sistem Manajemen K3
Pertambangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan
Kerja
Keselamatan dan
kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa
maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan
konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya
resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi
dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969
tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan
menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003,
dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk
mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai
pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai
menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan
tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang
ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam
tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur
syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan,
pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi
yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun
sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya
manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk
memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan
sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan
pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
B. Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan
tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau
kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai
tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan
yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang
jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik
selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran
mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Penyebab
dasar kecelakaan kerja :
1. Faktor Personil
A. Kelemahan Pengetahuan dan Skill
B. Kurang Motivasi
C. Problem Fisik
D. Faktor Pekerjaan
i.
Standar
kerja tidak cukup Memadai
ii.
Pemeliharaan
tidak memadai
iii.
Pemakaian
alat tidak benar
iv.
Kontrol
pembelian tidak ketat
Penyebab
Langsung kecelakaan kerja
1. Tindakan Tidak Aman
A. Mengoperasikan alat bukan wewenangnya
B. Mengoperasikan alat dg kecepatan
tinggi
C. Posisi kerja yang salah
D. Perbaikan alat, pada saat alat
beroperasi
E. Kondisi Tidak Aman
i.
Tidak cukup
pengaman alat
ii.
Tidak cukup
tanda peringatan bahaya
iii.
Kebisingan/debu/gas
di atas NAB
iv.
Housekeeping
tidak baik
Penyebab
Kecelakaan Kerja (Heinrich Mathematical Ratio) dibagi atas 3 bagian Berdasarkan
Prosentasenya:
1. Tindakan tidak aman oleh pekerja
(88%)
2. Kondisi tidak aman dalam areal kerja
(10%)
3. Diluar kemampuan manusia (2%)
C. Masalah Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja
Kinerja
(performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante
dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga
komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang
optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak
serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun
kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja
Kapasitas
Kerja
Status
kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari
beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja
kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi
tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para
pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat
lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi
oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan,
sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala
terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
Beban Kerja
Sebagai
pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 – 24
jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium
menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang
berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya
perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat
beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih
relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara
berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
Lingkungan
Kerja
Lingkungan
kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat
menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan
Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related
Diseases).
D. Kecelakaan Kerja Tambang
·
Pengertian
Batubara
Batubara
adalah batuan yang berasal dari tumbuhan yang mati dan tertimbun endapan
lumpur, pasir, dan lempung sselama berjuta-juta tahun lamanya. Adanya tekanan
lapisan tanah bersuhu tinggi serta terjadinya gerak tektonik mengakibatkan
terjadinya kebakaran atau oksidasi yang mengubah zat kayu pada bangkai
tumbuh-tumbuhan menjadi tumbuhan yang mudah terbakar yang bernama batubara.
Batubara
merupakan salah satu sumberdaya energi yang banyak terdapat di dunia, selain
minyak bumi dan gas alam. Batubara sudah sejak lama digunakan, terutama untuk
kegiatan produksi pada industri semen dan pembangkit listrik. Batubara sebagai
energi alternatif mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga dapat
menggantikan peran bahan bakar minyak (BBM) dalam kegiatan produksi untuk
industri tersebut. Apalagi beberapa tahun terakhir ini harga BBM terus
mengalami kenaikan dan hal ini sangat dirasakan dampaknya terutama dalam hal
kebutuhanya sebagai sumber nergi bagi berbagai aktivitas perekonomian dunia.
Batu bara
adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya
berakumulasi dirawa dan lahan gambut. Penimbunan lanau dan sedimen lainnya,
bersama dengan pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran
tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang
sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena
suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan
tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah
tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batu bara.
Pembentukan
batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau
Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama – yang berlangsung antara
360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara
ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut
sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite
(batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara coklat)’ – Ini adalah batu bara
dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis
lainnya, batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat
sampai kecoklat-coklatan. Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus
selama jutaan tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap
menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batu bara
‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara
menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau
‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin
tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
·
Pengertian
Kerja tambang
Pengertian
adalah Setiap tempat pekerjaan yang bertujuan atau berhubungan langsung dengan
pekerjaan penyelidikan umum, eksplorasi, study kelayakan, konstruksi, operasi produksi,
pengolahan/ pemurnian dan pengangkutan bahan galian golongan a, b, c, termasuk
sarana dan fasilitas penunjang yang ada di atas atau di bawah tanah/air, baik
berada dalam satu wilayah atau tempat yang terpisah atau wilayah proyek.
·
Yang
dimaksud kecelakaan tambang yaitu :
1. Kecelakaan Benar Terjadi
2. Membuat Cidera Pekerja Tambang atau
orang yang diizinkan di tambang oleh KTT
3. Akibat Kegiatan Pertambangan
4. Pada Jam Kerja Tambang
5. Pada Wilayah Pertambangan
·
Penggolongan
Kecelakaan tambang
1. Cidera Ringan (Kecelakaan Ringan)
Korban tidak
mampu melakukan tugas semula lebih dari 1 hari dan kurang dari 3 minggu.
1. Cidera Berat (Kecelakaan Berat)
Korban tidak
mampu melakukan tugas semula lebih dari 3 minggu.
1. Berdasarkan cedera korban, yaitu :
·
Retak
Tengkorak kepala, tulang punggung pinggul, lengan
bawah/atas, paha/kaki
·
Pendarahan
di dalam atau pingsan kurang oksigen
·
Luka berat,
terkoyak
·
Persendian
lepas
1. Berdasarkan penelitian heinrich:
·
Perbuatan
membahayakan oleh pekerja mencapai 96% antara lain berasal dari:
1. Alat pelindung diri (12%)
b.
Posisi kerja (30%)
c.
Perbuatan seseorang (14%)
d.
Perkakas (equipment) (20%)
e.
Alat-alat berat (8%)
f.
Tata cara kerja (11%)
g.
Ketertiban kerja (1%)
·
Sumberlainnya
diluar kemampuan dan kendali manusia.
·
E. Tindakan Setelah
Kecelakaan Kerja
·
Manajemen K3
1. Pengorganisasian dan Kebijakan K3
2. Membangun Target dan Sasaran
3. Administrasi, Dokumentasi, Pelaporan
4. SOP
Prosedur
kerja standar adalah cara melaksanakan pekerjaan yang ditentukan, untuk
memperoleh hasil yang sama secara paling aman, rasional dan efisien, walaupun
dilakukan siapapun, kapanpun, di manapun. Setiap pekerjaan Harus memiliki SOP
agar pekerjaan dapat dilakukan secara benar, efisien dan aman
1. Rekrut Karyawan & Kontrol
Pembelian
2. Inspeksi dan Pengujian K3
3. Komunikasi K3
4. Pembinaan
5. Investigasi Kecelakaan
6. Pengelolaan Kesehatan Kerja
7. Prosedur Gawat Darurat
8. Pelaksanaan Gernas K3
Manajemen K3
memiliki target dan sasaran berupa tercapainya suatu kinerja K3 yang optimal
dan terwujudnya “ZERO ACCIDENT” dalam kegiatan Proses Produksi .
Peralatan Safety Tambang
Menyikapi
hal tersebut diatas, maka perusahaan-perusahaan di bidang
Pertambangan/Perminyakan berusaha menjaga keselamatan para pekerjanya beserta
segala asset yang ada, agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Salah
satu caranya dengan melengkapi para pekerjanya dengan beberapa alat keselamatan
yang memadai. Di Perusahaan tambang, alat keselamatan kerja ini biasanya
dikenal dengan sebutan APD (Alat Pelindung Diri).
APD di
perusahaan pertambangan merupakan kelengkapan yang wajib digunakan saat
bekerja. APD dipakai sesuai dengan tingkat bahaya dan risiko pekerjaaan, demi
menjaga keselamatan pekerja dan orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah
disepakati oleh pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja RI. Semua jenis APD
harus digunakan sebagaimana mestinya berdasarkan pedoman yang benar-benar
sesuai dengan standar keselamatan kerja (K3L 'Kesehatan, Keselamatan Kerja dan
Lingkungan'). Alat-alat keselamatan kerja (APD) yang sering dipakai di sebuah
perusahaan pertambangan dan migas adalah seperti dibawah ini (bentuknya lihat
gambar, sesuaikan dengan nomor pada penjelasannya).
1. Safety
Helmet (Helm Pengaman) ; Fungsi helm pengaman yang paling utama
adalah untuk melindungi kepala dari jatuhan dan benturan benda secara langsung.
Perlengkapan keselamatan ini merupakan perlengkapan yang cukup vital bagi para
pekerja didunia Pertambangan dan Perminyakan. Safety Helmet sangat menolong
pekerja karena sifatnya yang melindungi kepala dari bahaya terbentur benda
keras seperti pipa besi ataupun batu yang jatuh selama para pekerja berada
diarea kerja. Safety Helmet memiliki berbagai desain yang memiliki bentuk
berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing. Selain itu, warna helmet yang
digunakan menunjukkan jenis pekerjaannya.
2. Safety
Vest (Rompi Reflektor) ; Rompi ini diengkapi dengan iluminator,
yaitu sebuah bahan yang dapat berpendar jika terkena cahaya. Bahan berpendar
ini akan memudahkan dalam mengenali posisi pekerja ketika berada di kegelapan.
Umumnya didunia Pertambangan, operasional berlangsung selama 24 jam dimana
kecenderungan kecelakaan kerja terjadi dimalam hari. Hal ini biasanya
disebabkan penerangan di area tambang tidak begitu baik, sehingga seringkali pekerja
yang berada didalam area tambang tidak terlihat. Rompi reflektor ini menjadi
penting untuk mencegah hal yang tidak diinginkan seperti tertabrak/terlindas
oleh kendaraan alat berat.
3. Safety
Shoes (Sepatu Pengaman) ; Safety Shoes bentuknya seperti sepatu
biasa, tetapi terbuat dari bahan kulit yang dilapisi metal dengan sol dari
karet tebal dan kuat. Safety Shoes berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal
yang menimpa kaki seperti tertimpa benda tajam atau benda berat, benda panas,
cairan kimia, dsb.
4. Safety
Goggles/Glasses (Kacamata Pengaman) ; Kacamata pengaman ini
berbeda dari kacamata pada umumnya. Perbedaanya terletak pada lensa/kaca yang
menutupi mata secara menyeluruh, termasuk bagian samping yang tidak terlindungi
oleh kacamata biasa. Dengan menggunakan safety Goggles/Glasses ini, pekerja
terhindar dari terpaan debu diarea Pertambangan ataupun cipratan dari minyak
saat proses drilling. Kacamata ini memiliki bermacam jenis tergantung keperluan
dan jenis pekerjaannya. Untuk orang berkacamata minus atau plus, disediakan
lensa khusus sesuai dengan kebutuhan yang bersangkutan. Yang pasti, lensa ini
tidak boleh terbuat dari kaca, karena jika terjadi benturan dan lensa pecah,
serpihan kaca malah akan membahayakan penggunanya.
5. Safety
Masker/masker respirator (Penyaring Udara) ; Safety Masker
berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan
kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb). Di berbagai area
pertambangan banyak bertaburan debu, yang dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan pada pernafasan dalam jangka waktu yang panjang. Ada berbagai jenis
masker yang tersedia, mulai dari masker debu hingga masker khusus dalam
menghadapi bahan kimia yang mudah menguap.
6. Safety
Gloves (Sarung Tangan Pengaman) ; Berfungsi sebagai alat pelindung
tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera
tangan. Penggunaan Safety Gloves menjadi hal yang wajib digunakan didunia
pertambangan. Hal ini dikarenakan para pekerja banyak berinteraksi (menyentuh) benda2
yang panas, tajam, ataupun yang beresiko terluka tergores saat melakukan
pekerjaannya. Penggunaan safety gloves pun beragam sesuai dengan jenis
pekerjaannya. Ada safety gloves khusus pekerjaan seperti mekanik/montir, ada
yang khusus untuk pekerjaan yang berhubungan dengan bahan kimia, ataupun
pekerjaan seperti pengelasan.
7. Ear
Plugs (Pengaman Telinga) ; Ear Plugs berfungsi sebagai alat
pelindung yang dilekatkan di telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.
Ear plugs merupakan alat pelindung pendengaran dari kebisingan. Penggunaan
earplug ini mencegah pekerja mengalami gangguan pendengaran seperti penurunan
pendengaran akibat terpapar kebisingan sewaktu bekerja di area kerja yang
memiliki tingkat kebisingan yang tinggi atau bekerja dengan peralatan yang
mengeluarkan kebisingan tinggi. Umumnya alat pendengaran kita hanya mampu
menahan besaran kebisingan sampai dengan 80-85 dB. Ear plugs pun memiliki
berbagai ragam bentuk dan jenis sesuai dengan peruntukkannya dalam pekerjaan.
8. Lampu
Kepala ; Alat keselamatan ini biasanya khusus digunakan pada
penambangan bawah tanah (underground). Malam dan siang hari di terowongan tak
ada bedanya, sama-sama gelap. Itulah sebabnya, lampu kepala wajib dikenakan.
Lampu ini bisa bertenaga aki (elemen basah) atau baterai (elemen kering) yang
digantung di pinggang. Dibandingkan dengan baterai, aki memiliki beberapa
kelemahan, selain ukuran dan bobot aki yang lebih berat, cairan asam sulfat
yang bocor dapat merusak pakaian.
9. Self
Rescuer ; Dalam kondisi darurat akibat kebakaran atau ditemukannya
gas beracun, alat inilah yang dapat mennjadi penyelamat bagi para pekerja. Alat
ini dirancang dapat memasok oksigen secara mandiri kepada pekerja. Tidak lama
memang, tapi ini diharapkan memberikan cukup waktu bagi pekerja untuk mencari
jalan keluar atau mencapai tempat pengungsian yang lebih permanen.
10. Safety
Boot (Sepatu Boot) ; Pada kondisi area pertambangan yang umumnya
licin dan berlumpur, sepatu boot menjadi kebutuhan pokok. Sepatu pendek hanya
akan menyebabkan kaki terbenam dalam lumpur. Sepatu boot juga harus dilengkapi
dengan sol berlapis logam untuk melindungi jari kaki.
11. Safety
Harness (Tali Pengaman) ; Alat ini berfungsi sebagai pengaman saat
bekerja di ketinggian. Alat ini wajib digunakan apabila bekerja pada ketinggian
lebih dari 1,8 meter.
Pencarian
lainnya yang berhubungan dengan postingan ini : alat pelindung keselamatan kerja,alat
perlindungan diri dalam kesehatan, alat keselamatan diri, alat
alat pelindung diri. Alat keamanan kerja, alat alat
keselamatan kerja k3, alat pelindung kaki, alat
keselamatan kerja las.Alat pelindung diri kesehatan, pelindung
tangan, peralatan perlindungan diri, alat pelindung
diri apd. Alat pelindung, alat proteksi diri, apd
alat pelindung diri, alat pelindung diri di tempat kerja,alat-alat
keamanan kerja, alat pelindung diri untuk keselamatan kerja. Alat
pelindung diri dalam bekerja, alat pelindung badan.
12. Safety
Belt (Sabuk Pengaman) ; Berfungsi sebagai alat pengaman ketika
menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lainnya yang serupa (mobil,
alat berat, pesawat, helikopter, dsb).
13. Raincoat
(Jas Hujan) ; Berfungsi untuk melindungi pekerja dari percikan air
saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat).
Terpapar air secara langsung dan terus menerus dapat mengakibatkan timbulnya
penyakit seperti infulensa dan demam, yang pada akhirnya akan mengganggu
optimalisasi pekerjaan dari pekerja tersebut.
14. Face
Shield (Pelindung Wajah) ; Alat ini berfungsi sebagai pelindung
wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggurinda dan
las). Di dunia tambang, alat ini biasanya banyak digunakan oleh para mekanik
dan welder.
15. Lifevest
(Pelampung) ; Alat ini wajib digunakan saat kita beraktivitas di
wilayah perairan/di atas air. Biasanya untuk menjangkau suatu lokasi tambang
harus melewati perairan dengan menggunakan alat transportasi. Alat ini harus
selalu dikenakan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan selama
perjalanan (alat transportasinya karam/terbalik). Lifevest harus selalu rutin
di periksa untuk mengecek daya ambang atau daya apungnya.
SISTEM PERUNDANG - UNDANGAN K3 JIS ( JAPAN
INDUSTRIAL STANDARD ) PADA PERTAMBANGAN
Pengertian
JIS
(Japanese Industrial Standards)
Japanese
Industrial Standar (JIS) menentukan standar yang digunakan untuk kegiatan
industri di Jepang. Proses standardisasi dikoordinasikan oleh Komite Standar
Industri Jepang dan dipublikasikan melalui Jepang Standards Association.
Note :
Appendix I is summarized based on the contents of Appendix II
Appendix I
The outline of the Act (Act No. 82 of amendments of
the Industrial Safety and Health Act June 25, 2014) making partial
(1) Explanatory note;
The partial
amendments of the Industrial Safety and Health Act, this time, are grounded in
the recent occurrence of Occupational Accidents and Diseases especially such as
the bile duct cancer due to hazardous chemical substances which are not
regulated by the special regulations, mental health disorder and recurrence of
Accidents in a similar way.These situations have been understood as serious
problems, and the objectives of the said amendments are to enhance the system
for the prevention of Occupational Accidents and Diseases. The situations and
the necessity of countermeasures with respect to the issues and situations
mentioned above are as follows,
Situations
|
Necessity of Countermeasures
|
The
occurrence of the bile duct cancer as the Occupational Disease due to
hazardous chemical substances which are not covered by the special
regulations.
|
To respond
appropriately, based on the results of the investigation, in advance, on the
danger and/or hazard regarding the said chemical substances. (with regard to
Article 28-2 and the new establishment of Article 57-3)
|
The
increase of the cases of mental health disorder, compensated as the
Occupational Disease.
|
To respond
appropriately, based on the results of the assessment of the state of health,
including mental issues, of the worker concerned, in advance of falling into
mental health disorder. (with
regard to the new establishment of Article 66-10)
|
The same
kind of the Occupational Accident occurred repeatedly in the other work place
of the same company.
|
To prevent
the same kind of the said Accident in the other workplace of the same
company. (with regard to the amendment of Article 78)
|
Note : the
outlines of the amendments including the above 3 points are as follows.
(2) Six points of the amendments of
the Industrial Safety and Health Act, this time, are as follows.
1. Review of the way that should be, of
the appropriate control of the hazardous chemicals.
· To
make it compulsory obligation that the employer shall investigate danger or
harm of such chemical substances as are not covered by the special regulations
and have certain dangerous and/or harmful properties. with regard to the new
establishment of Article 57-3) Note; this provision will be enforced from 1st,
June, 2016.
2. Establishment of the system of
assessing of the degree of the worker’s mental burden,
· To
make it compulsory obligation that the employer shall conduct the medical
examination in order to assess the degree of the worker’s mental burden for
his/her worker by the physician, public health nurse or other competent person.
However, this compulsory obligation shall, for a while, be such one as to
endeavour to conduct the said medical examination for each workplace of the
scale defined by Cabinet Order ( provided for as regularly employing less than
fifty workers.
· To
make it compulsory obligation that the employer, when he/she conducted the
medical examination in order to assess the degree of the worker’s mental burden
for his/her worker by the physician, public health nurse or other competent
person, shall provide the worker who was informed the results of the examination
and desires to get the guidance with face-to-face by the physician for him/her,
and then based on its results, the said employer, by taking into consideration
of the opinions of the physician, and when it is deemed necessary, shall take
measures including changing the work contents, shortening the working hours, or
other appropriate measures. (With regard to the new establishment of Article
66-10)
Note1: this provision will be enforced from 1st,
December, 2015.
Note2: the
treatment of this compulsory obligation to conduct the examination into
allowing a certain scale of workplace to endeavour to conduct it for a while,
bases its legal ground on the supplementary provision added this time revision.
Note3: this
system is so called as “Stress-Check System”, expressed in the Notice of No.
0501-3, dated 1st, May, 2015, issued by the Director General, Labour
Standards Bureau, prescribing details and interpretation of this System.
3. Promotion of such measures as to
prevent harmful influences by Passive Smoking,
· To
make it compulsory obligation that the employer, shall endeavour to take such
appropriate measures as to prevent harmful influences by the Passive Smoking,
taking into consideration of the actual circumstances of the said employer as well
as his/her workplace. (With regard to the new establishment of Article 68-2)
Note; this
provision was enforced from 1st, June, 2015.
4 Response
to such employers as repeating occurrence of severe Occupational Accidents
and/or Diseases,
· To
create the administrative system that the Minister of Health, Labour and
Welfare may instruct the said employer to prepare comprehensive improvement
plan with respect to safety and health, covering his/her whole company. In this
case, if the said employer does not comply with the said Minister’s
instruction, the said Minister may make the recommendation to take necessary
measures in order to prevent severe Occupational Accidents or Diseases, to the
said employer. And then, if the said employer does not comply with the said
recommendation, the said Minister may announce such situation. (With regard to
the amendment of Article 78, omitted in this paper.)
Note; this
provision was enforced from 1st, June, 2015.
5. Response to the Inspection Agency
concerned, located in foreign countries,
· Taking
into consideration of the international situations with respect to the
Inspection Agency concerned, in addition to usual system, to add another
administrative one that the Inspection Agency who conducts the inspection of
such machines like boilers requiring specially dangerous operations, etc., and
located in foreign countries, may be registered as the said Inspection Agency
by the Minister of Health, Labour and Welfare and enable the said Agency to act
in Japan. (With regard to the amendment of Article 46, 52, etc.; omitted in
this paper.)
Note; this
provision was enforced from 1st, June, 2015.
6. Review of the system of such
notification of the plan as requested, in the case of the type of industry
concerned and the scale of the establishment concerned, as well as the addition
of the machine to be undergone the type examination by the registered type
examination agency,
· Taking
into consideration of a good state of compliance of the employer concerned with
respect to the said Notification of the plan, the provision of the said
notification of the plan was abolished.
· To
add the Air Purifying Respirator with electric powered fan, which is obligated
that workers shall use in such workplaces as the concentration of the dust is
high in the air, to the machines to be undergone the type
examination by the registered type examination agency. (With regard to the
amendment of Article 42, 44-2, 46, 88, appended Table2, etc.; omitted in this
paper.)
Note; this
provision was enforced from 1st, December, 2014.
Disclaimer
This translation is not formally accepted, because
the only legally effective texts of the main provisions, mentioned above are
the ones which were published in Japanese, in the Official Gazette, issued by
the Government of Japan.
However, this translation is offered as a reference
in order to promote the international understanding of the main provisions
among the amendments by the Act (Act No. 82 of June 25, 2014) making partial
amendments of the Industrial Safety and Health Act.
While great care is taken with the Translation of
the main provisions among the amendments by the Act (Act No. 82 of June 25,
2014) making partial amendments of the Industrial Safety and Health Act, from
the Japanese, original, legal text into English, in the following
Appendix the International Affairs Division,
International Affairs Center, Japan Industrial Safety and Health Association,
accepts no responsibility for meaning of these provisions included in the
following translation, as legally actual effects.
|
Appendix II
The main provisions among the amendments by the Act
(Act No. 82 of June 25, 2014) making partial amendments of the Industrial
Safety and Health Act
The Amended
Provisions (abstract)
|
(Investigation,
etc. to be carried out by Employer)
|
Article
28-2 The employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry of
Health, Labour and Welfare, endeavour to investigate the danger or harm etc.,
due to buildings, facilities, raw materials, gases, vapours, dust, etc.
(excluding the danger or harm, etc., due to the materials, provided for in
the Cabinet Order, provided for in paragraph (1) of Article 57 and the
notifiable substances provided for in paragraph (1) of Article 57-2 and those
arising from work actions and other duties, and to take necessary measures
preventing from dangers or health impairment to workers, in addition to
taking the measures provided for by the provisions pursuant to this Act or the
orders, based on the results of the said investigation. However, in case of
the investigation other than investigation to substances including chemicals,
preparations containing chemicals and others, which are likely to bring about
danger or health impairment to workers, this shall apply to the employer of
the undertaking in the manufacturing industry or other industries provided
for by the Ordinance of the Ministry of Health, Labour and Welfare. Paragraph
(2) and (3); Omitted here.
|
(Investigation
with respect to the materials, provided for in the Cabinet Order based on
paragraph (1) of Article 57 and the notifiable substances , etc. to be
carried out by Employer)
|
Article
57-3 The employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry of
Health, Labour and Welfare, investigate the danger or harm etc., due to the
materials, provided for in the Cabinet Order, provided for in paragraph
(1) of
Article 57 and the notifiable substances.
(2) The
employer shall endeavour to take necessary measures for preventing dangers or
health impairment to workers, in addition to taking the measures provided for
by the provisions pursuant to this Act or the orders, based on the results of
the investigation provided for inthe preceding paragraph.
(3) The
Minister of Health, Labour and Welfare shall make publish the necessary 2
guidelines relating to the measures provided for in the preceding two
paragraphs to achieve an appropriate and effective implementation thereof, in
addition to those provided for in paragraph (1) and (3) of Article 28.
(4) The
Minister of Health, Labour and Welfare may provide individual employers and
organizations of employers with necessary guidance and assistance, etc.,
under the guidelines in the preceding paragraph.
|
(Medical
examination for assessing the degree of a mental burden of the worker )
|
Article
66-10 The employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry of
Health, Labour and Welfare, conduct the medical examination in order to
assess the degree of the worker’s mental burden for his/her worker by the
physician, public health nurse or other competent person (hereafter, referred
as“ the physician, etc.”).
(2) The
employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry of Health,
Labour and Welfare, ensure to be notified the results of the medical
examination, provided for in the preceding paragraph from the physician, etc.
who conducted the said examination, to the worker, examined pursuant to the
preceding paragraph. In this case, the said physician, etc. shall not offer
the results of the said examination to the employer concerned without the
advance consent to do so from the said worker.
(3) In
case where his/her worker, among the workers concerned who received the
notification, pursuant to the preceding paragraph, and his/her worker’s
degree of the burden of mental health fallsunder the required condition
considering the maintenance of the said worker’s health as provided for by
the Ordinance of the Ministry of Health, Labour and Welfare, and when his/her
worker concerned, makes an offer to be undergone the face-to-face guidance by
the physician, the employer shall, as provided for by the Ordinance of the
Ministry of Health, Labour and Welfare, conduct the face-to-face guidance by
the physician to the said worker. In this case, the employer concerned, shall
not make a disadvantageous treatment to the said worker.
(4) The
employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry of Health,
Labour and Welfare, record the result of the face-to-face guidance by the
physician, pursuant to the preceding paragraph.
(5) The
employer shall, based on the results of the face-to-face guidance by the
physician,
pursuant to the provision of the third paragraph, as provided for by the
Ordinance of the Ministry of Health, Labour and Welfare, listen to the
opinions of the physician concerned, about the necessary measure in order to
maintain the health of the said worker.
(6) The
employer shall, by taking consideration of the opinions of the physician,
pursuant
to the preceding paragraph, and when it is deemed necessary, take 3 measures
including changing the location of work, changing the work contents,
shortening the working hours, reducing the frequency of night work or other
measures, along with reporting the opinion of the said physician to the
Health Committee, the Safety and Health Committee or the Committee for the
Improvement of Establishing Working Hours, and other appropriate measures,
considering the circumstances of the said worker.
(7) The
Minister of Health, Labour and Welfare shall publish the necessary guidelines
relating to the measures in the preceding paragraph to achieve an appropriate
and effective implementation thereof.
(8) The
Minister of Health, Labour and Welfare may, when the Minister published the
guidelines, pursuant to the preceding paragraph, and it is deemed necessary,
provide individual employers and organizations of employers with the
necessary guidance and assistance, etc., under the guidelines in the
preceding paragraph.
(9) The
State shall endeavour to conduct study training for the physician, etc., with
respect to the influences due to the degree of the mental burden of the
worker in order to maintain the workers’ health, in addition, to take such
measures as to provide health counselling and other services to the said
worker, in order to promote the health of the said worker who uses the
notified results, pursuant tothe second paragraph.
|
(Prevention
of Passive Smoking)
|
Article
68-2 The employer shall endeavor to take necessary measures in order to
Prevent
the Passive Smoking (meaning to inhale tobacco smoke, blown out by other
people, the interior of the building or in the other equivalent environment.
In the paragraph (1) of Article 71, referred to as the same.), considering
the circumstances of the said employer and his/her workplace.
|
Supplementary
Provisions
|
(special
case for the Medical examination for assessing a degree of a mental burden of
the worker )
|
Article 4
In applying of Article 66-10 to the workplace other than the one provided for
the paragraph (1) of Article 13, “shall conduct” in paragraph (1) of the said
Article shall be read for a while as “shall endeavour to conduct”.
|
F. Sistem manajemen k3 di
pertambangan
Manajemen
Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh
perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi
bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran,
ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,dll. Jadi,
manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan
menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat
kerja.
Adapun
Faktor Resiko yang sering dijumpai pada Perusahaan Pertambangan adalah sebagai
berikut :
Ledakan
Ledakan
dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan nyala api.
Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan
merambat pada lobang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat
menimbulkan kerusakan yang fatal
Longsor
Longsor di
pertambangan biasanya berasal dari gempa bumi, ledakan yang terjadi di dalam
tambang,serta kondisi tanah yang rentan mengalami longsor. Hal ini bisa juga
disebabkan oleh tidak adanya pengaturan pembuatan terowongan untuk tambang.
Kebakaran
Bila
akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan tambang bawah tanah mengalami
suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti gerakan
roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga gas itu terangkat
ke udara (beterbangan) dan kemudian membentuk awan gas dalam kondisi batas
ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi
ledakan yang diiringi oleh kebakaran.
Pengelolaan
Risiko menempati peran penting dalam organisasi kami karena fungsi ini
mendorong budaya risiko yang disiplin dan menciptakan transparansi dengan
menyediakan dasar manajemen yang baik untuk menetapkan profil risiko yang
sesuai. Manajemen Risiko bersifat instrumental dalam memastikan pendekatan yang
bijaksana dan cerdas terhadap pengambilan risiko yang dengan demikian akan
menyeimbangkan risiko dan hasil serta mengoptimalkan alokasi modal di seluruh
korporat. Selain itu, melalui budaya manajemen risiko proaktif dan penggunaan
sarana kuantitatif dan kualitatif yang modern, kami berupaya meminimalkan
potensi terhadap kemungkinan risiko yang tidak diharapkan dalam operasional.
Pengendalian
risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada di tempat
kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko dalam kegiatan
pengelolaan diterima dengan baik di banyak industri. Pendekatan ini ditandai
dengan empat tahap proses pengelolaan risiko manajemen risiko adalah sebagai
berikut :
1. Identifikasi risiko adalah
mengidentifikasi bahaya dan situasi yang berpotensi menimbulkan bahaya atau
kerugian (kadang-kadang disebut ‘kejadian yang tidak diinginkan’).
2. Analisis resiko adalah menganalisis
besarnya risiko yang mungkin timbul dari peristiwa yang tidak diinginkan.
3. Pengendalian risiko ialah memutuskan
langkah yang tepat untuk mengurangi atau mengendalikan risiko yang tidak dapat
diterima.
4. Menerapkan dan memelihara kontrol
tindakan adalah menerapkan kontrol dan memastikan mereka efektif.
Manajemen
resiko pertambangan dimulai dengan melaksanakan identifikasi bahaya untuk
mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti sebagai bahan
untuk dianalisa, pelaksanaan identifikasi bahaya dimulai dengan membuat
Standart Operational Procedure (SOP). Kemudian sebagai langkah analisa
dilakukanlah observasi dan inspeksi. Setelah dianalisa,tindakan selanjutnya
yang perlu dilakukan adalah evaluasi resiko untuk menilai seberapa besar
tingkat resikonya yang selanjutnya untuk dilakukan kontrol atau pengendalian
resiko. Kegiatan pengendalian resiko ini ditandai dengan menyediakan alat
deteksi, penyediaan APD, pemasangan rambu-rambu dan penunjukan personel yang
bertanggung jawab sebagai pengawas. Setelah dilakukan pengendalian resiko untuk
tindakan pengawasan adalah dengan melakukan monitoring dan peninjauan ulang
bahaya atau resiko.
Secara umum
manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan adalah sebagai berikut :
1. Menimalkan kerugian yang lebih besar
2. Meningkatkan kepercayaan pelanggan
dan pemerintah kepada perusahaan
3. Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada
perusahaan
Guna
menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang bawah tanah, terutama dalam
bentuk ledakan gas perlu dilakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan
ledakan ini harus dilakukan oleh segenap pihak yang terkait dengan pekerjaan pada
tambang bawah tanah tersebut. Beberapa hal yang perlu dipelajari dalam rangka
pencegahan ledakan adalah :
1. Pengetahuan dasar-dasar terjadinya
ledakan, membahas:
A. Gas-gas yang mudah terbakar/meledak
B. Karakteristik gas
C. Sumber pemicu kebakaran/ledakan
D. Metoda eliminasi penyebab ledakan,
antara lain:
i.
Pengukuran
konsentrasi gas
ii.
Pengontrolan
sistem ventilasi tambang
iii.
Pengaliran
gas (gas drainage)
iv.
Penggunaan
alat ukur gas
v.
Penyiraman
air (sprinkling water)
vi.
Pengontrolan
sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan
vii.
Teknik
pencegahan ledakan tambang
a. Penyiraman air (water sprinkling)
b. Penaburan debu batu (rock dusting)
c. Pemakaian alat-alat pencegahan
standar.
d. Fasilitas pencegahan penyebaran
kebakaran dan ledakan, antara lain:
a. Lokalisasi penambangan dengan
penebaran debu batuan
b. Pengaliran air ke lokasi potensi
kebakaran atau ledakan
c. Penebaran debu batuan agak lebih
tebal pada lokasi rawan
d. Tindakan pencegahan kerusakan akibat
kebakaran dan ledakan:
a. Pemisahan rute (jalur) ventilasi
b. Evakuasi, proteksi diri,
sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.
Sesungguhnya kebakaran tambang dan ledakan gas tidak
akan terjadi jika sistem ventilasi tambang batubara bawah tanah itu cukup baik.
BAB III
PEMBELIAN DAN PERAWATAN K3
Penanganan K-3 adalah tanggung jawab
seluruh individual yang terlibat di dalam perusahaan, namun secara struktural
perlu dibentuk Bagian K3 dan Lingkungan, dimana Kepala
Bagian-nya diposisikan sebagai Wakil Kepala Teknik Tambang yang langsung
bertanggung jawab kepada General Managersebagai Kepala
Teknik Tambang. Bagian tersebut selain melakukan inspeksi juga sebagai evaluator dan
bersifat administratif, dengan tugas :
a) Mengumpulkan
data dan mencatat rincian dari setiap kejadian kecelakaan dan menganalisanya
b) Mengumpulkan
data kegiatan dan lokasi yang berpotensi bahaya dan membuat Standart
Operation Procedure (SOP) yang aman untuk bekerja pada kegiatan
tersebut.
c) Membuat
peraturan dan petunjuk keselamatan dan kesehatan kerja terhadap seluruh
pekerja.
d) Mengkoordinir
pertemuan-pertemuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
e) Melakukan
evaluasi terhadap seluruh kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja.
Untuk mewujudkan pelaksanaan program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K–3), perusahaan membentuk organisasi dan
menunjuk personil yang bertanggung jawab atas keberhasilan
pelaksanaan program K3 tersebut. Wadah organisasi tersebut adalah:
· Kepala
Teknik Tambang (KTT).
· Pengawas
operasional.
· Pengawas
teknik.
· Petugas
K3 (safety officer).
· Komite
K3 (safety committee).
Pada pelaksanaan operasionalnya
nanti, Perusahaan akan menempatkan orang-orang yang menguasai operasional
penambangan dengan tujuan agar implementasi aturan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja ini dapat berjalan dengan baik.
Selain organisasi yang bersifat
struktural terdapat organisasi yang bersifat fungsional atau sering
disebut Safety Committee yaitu tempat berkumpul dari beberapa
department didalam struktur organisasi. Komitee ini secara berkala melakukan
inspeksi dan evaluasi.
Elemen
program K3 adalah sebagai berikut :
a. Kepemimpinan
& Administrasi
b. Inspeksi
dan Perawatan
c. Prosedur
dan Analisa Pekerjaan
d.
Investigasi Kecelakaan/Insiden
e. Observasi
pekerjaan
f. Persiapan
tanggap darurat
g. Permit
kerja
h. Analisa
kecelakaan
i. Pelatihan
j. Alat
Pelindung Diri
k. Kesehatan
Kerja
l. Evaluasi
sistem
m. Rekayasa
dan Manajemen Perubahan
n.
Komunikasi pribadi
o.
Komunikasi grup
p. Promosi
dan publikasi
q. Seleksi
dan penempatan
r. Manajemen
Material dan Servis
s.
Keselamatan di luar kerja.
Peralatan K-3
Untuk menjamin Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dapat berlangsung dengan baik perlu diperhatikan
fasilitas-fasilitas standar yang mendukung kegiatan dapat berjalan dengan aman.
Alat perlindungan diri (APD) standar seperti topi proyek, sepatu pelindung,
pelindung mata, masker dan pelindung telinga. Selain pakaian pelindung
tersebut, pemasangan papan-papan peringatan, rambu lalu lintas, ketentuan atau
peraturan pengunaan peralatan yang sesuai dengan fungsinya dan
ketentuan-ketentuan yang membuat lokasi kegiatan aman dan di dukung oleh
personil yang menangani setiap kegiatan menguasai operasional akan menjamin
keselamatan dan kesehatan kerja dapat berlangsung baik.
Lokasi tambang juga harus dilengkapi fasilitas pemadam kebakaran dan unit kesehatan termasuk gawat darurat yang dilengkapi paramedik on-site dan alat-alat medis serta obat-obatan. Akan lebih baik lagi jika unit kesehatan ini juga dilengkapi dengan mobil ambulance.
Langkah-Langkah Pelaksanaan K-3
Pertambangan
Pengelolaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja tidak akan berhasil apabila tidak ada program yang jelas dan
terarah. Dengan adanya program pelaksanaan pengelolaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang lebih terarah maka keberhasilan atau penampilan dari
pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja lebih mudah dievaluasi dan diatur
untuk perbaikan dan peningkatan dalam program atau waktu selanjutnya.
Langkah-langkah pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang
baik adalah :
Membuat
peraturan perusahaan
Berdasarkan Kep Men No.555.K
disebutkan bahwa Kepala Inspeksi Tambang harus menerbitkan sekurang-kurangnya
12 pedoman teknis. Selain itu juga membuat peraturan perusahaan atau
pedoman-pedomankerja dan operasi berupa SOP (Standart Operation Procedure)
yang khusus menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan
pemerintah tentang masalah ini.
Jadi dukungan manajemen terhadap keberhasilan dari pengelolaan keselamatan dan kesehatan kerja sangat menentukan, karena bagaimanapun baiknya suatu organisasi dengan program keselamatan kerja yang baik pula, tidak akan berhasil tanpa dukungan dari manajemen. Dukungan dari manajemen dapat dibuat dengan tertulis bahwa manajemen mempunyai komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, dan dukungan tersebut harus diikuti dengan penyediaan dana dan perhatian yang cukup.
Peraturan perusahaan dapat bersifat umum dan khusus, Peraturan perusahaan yang bersifat umum berlaku untuk seluruh kegiatan yang ada, mulai dari lokasi penambangan, jalan angkut Batubara dan stock pile. Peraturan yang bersifat khusus dibuat pada masing-masing kegiatan, karena masing-masing kegiatan tersebut memiliki potensi bahaya yang berbeda, sehingga harus dibuat peraturan khusus yang spesifik.
Program
pendidikan dan latihan dasar K3
Program pendidikan dan pelatihan ini
sangat diperlukan, agar pekerja dapat memahami bagaimana dan pentingnya untuk
melakukan pekerjaannya dengan aman. Program pendidikan atau pelatihan, adalah
untuk pekerja baru, pelatihan untuk pekerja dengan tugas baru dan pelatihan
penyegaran untuk pekerja lama. Materi-materi yang biasa disampaikan dalam
pelatihan ini adalah: membuat tata cara yang aman untuk melakukan pekerjaan,
mengidentifikasi potensi bahaya yang ada dalam lingkungan kerja dan bagaimana
cara pencegahan dan tindakan yang harus dilakukan untuk menghindari apabila
bahaya tersebut terjadi. Program pendidikan dan pelatihan akan dilaksanakan
selama kegiatan tambang berlangsung.
Perawatan peralatan kerja.
Guna mencegah terjadinya kecelakaan,
maka perlu dilakukan perawatan secara berkala terhadap semua peralatan yang
dipergunakan. Peralatan pelindung diri, sebaiknya diberikan secara secara
berkala dan dibatasi waktu pemakaiannya, untuk menjamin keefektifan alat ketika
dipergunakan.
Kesehatan kerja.
Selain penggunaan peralatan dalam
upaya perlindungan terhadap kecelakan, pemeriksaan kesehatan karyawan wajib
dilakukan, baik pada awal mulai bekerja maupun secara berkala selama dinas
kerja. Hal ini dapat mengurangi tingkat kecelakaan akibat penurunannya tingkat
kesehatan pekerja dan karyawan. Rencana pelaksanaan kesehatan dan keselamatan
kerja harus termasuk tetapi tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut :
1. Tingkatan
kewenangan dan tanggung jawab untuk kesehatan dan keselamatan kerja di
organisasi.
2. Detail
program pelatihan dan induksi.
3. Sistem
pencatatan kesehatan & pengobatan
4. Penilaian
resiko.
5. Prosedur
operasional standar untuk daerah beresiko tinggi.
6. Program
pencanangan keselamatan kerja.
7. Pengurus
keselamatan kerja dan rapat.
8. Waktu
dan format untuk rapat toolbox keselamatan kerja.
9. Laporan
Kecelakaan/bahaya dan prosedur investigasi.
10. Analisa
statistika keselamatan kerja.
11. Program
audit & inspeksi keselamatan kerja.
12. Pencanangan
dan pengawasan kesehatan.
13. Persyaratan
keselamatan kerja.
14. Kebijakan
peralatan keselamatan.
15. Analisa
pekerjaan keselamatan kerja.
16. Perizinan.
Pengawasan
Pengawasan dilakukan secara aktif
dan berjenjang mulai dari pekerja di lapangan sampai manajer sehingga efektif
dan kondisi aman dari suatu kegiatan akan terjaga terus. Selain itu juga
dilakukan pengawasan silang, karena sering terjadi pengawas dan pekerja disuatu
bagian tertentu menjadi terbiasa dan tidak menyadari akan adanya suatu potensi
bahaya. Pengawasan silang diharapkan akan dapat menemukan hal-hal seperti ini
dan harus segera dikoreksi.
Evaluasi
program.
Perbaikan
dan peningkatan program K3 Apabila menurut penilaian Inspektur Tambang tingkat
kecelakaan cukup memprihatinkan yang penyebabnya diduga berkaitan dengan
lemahnya program K3 perusahaan tersebut. Tim Evaluasi, yang anggotanya terdiri
dari beberapa inspektur tambang akan mengevaluasi, memperbaiki, dan
meningkatkan program K3 dari perusahaan yang bersangkutan.
Tabel 7. Peralatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
No
|
Lokasi
|
Peralatan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
|
1
|
Tambang
|
a. Helm pengaman / Safety
helmet
b. Sepatu pengaman / Safety
shoes
c. Kacamata / Sunglasses
d. Sarung tangan kuli t/ leather
gloves
e. Masker + ear plug
f. Reflector vest
g. Pemadam api
h. Bendera tanda kendaraan
i. Kotak P3K di setiap kendaraan
tambang
j. Rambu lalu lintas
|
2
|
Bengkel
|
a. Helm pengaman / Safety
helmet
b. Sepatu pengaman / Safety
shoes
c. Kacamata / Sunglasses
d. Sarung tangan kulit / leather
gloves
e. Masker + ear plug
f. Penampung minyak pelumas bekas
g. Penampung besi-besi / suku
cadang bekas
h. Pemadam api
i. Kotak P3K
j. Pembersih tumpahan minyak
|
3
|
Gudang suku cadang
|
a. Helm pengaman / Safety
helmet
b. Sepatu pengaman / Safety
shoes
c. Sarung tangan kulit / leather
gloves
d. Pemadam api
e. Kotak P3K
|
4
|
Instalasi Pengolahan
|
a. Helm pengaman / Safety
helmet
b. Sepatu pengaman / Safety
shoes
c. Sarung tangan kulit / leather
gloves
d. Masker + ear plug
e. Jas laboratorium
f. Pemadam api
g. Kotak P3K
|
5
|
Jalur Belt Conveyor
|
a. Penutup belt conveyor
b. Rambu-rambu keamanan
c. Pagar pengaman
d. Lampu penerangan
e. Kabel pemutus aliran listrik
darurat
|
6
|
Jalan angkut dari tambang kestockpileinstalasi
pengolahan
|
a. Helm pengaman / Safety
helmet
b. Sepatu pengaman / Safety
shoes
c. Kacamata / Sunglasses
d. Sarung tangan kulit / leather
gloves
e. Masker + ear plug
f. Bendera tanda kendaraan
g. Rambu lalu lintas
|
7
|
Pelabuhan
|
a. Helm pengaman / Safety
helmet
b. Sepatu pengaman / Safety
shoes
c. Kacamata / Sunglasses
d. Sarung tangan kulit / leather
gloves
e. Masker + ear plug
f. Pemadam api
g. Bendera tanda kendaraan
h. Kotak P3K di setiap kendaraan
tambang
i. Rambu lalu lintas
|
Tabel 8. Langkah-langkah Pelaksanaan K-3
Pertambangan
No
|
Kegiatan
|
Uraian
|
1
|
Patroli Keamanan
|
a. peninjauan / pengecekan untuk
mengantisipasi kekurangan dan kondisi tidak aman
b. penertiban sesuai peraturan K-3
c. melaporkan secara lisan /
tertulis kepada supervisor bagi pelanggar peraturan
d. mengontrol batas kecepatan
kendaraan tambang
|
2
|
Inspeksi Keamanan
|
a. cek kondisi pemadam api, mela-kukan
inventarisasi dan pengisian kembali jika perlu
b. cek kondisi fasilitas
transportasi
c. cek kondisi fasilitas bengkel
d. cek kondisi dan penataan gudang
e. cek kondisi dan penataan camp
utama dan lokasi kerja
|
3
|
Diskusi Masalah Keselamatan
|
a. masalah keselamatan pada setiap
jam
b. diskusi pagi, membantu dan
memonitor realisasi diskusi pagi
|
4
|
Kampanye Keselamatan
|
a. secara pendekatan pribadi,
pembe-lajaran, mengedarkan slogan, leaflet, dsb
b. evaluasi
|
5
|
Pelindung Keamanan
|
a. inventarisasi Alat Pelindung
Diri (APD)
b. cek kelengkapan pengaman
alat-alat
c. cek kelengkapan rambu-rambu
d. melengkapi kekurangan
|
6
|
Pemilihan Operator
|
a. cek jenis peralatan
|
7
|
Laporan Keamanan
|
a. laporan kecelakaan tambang
b. laporan bulanan
c. laporan tahunan
d. laporan pelatihan
|
Rincian pengadaan peralatan pelindung diri (APD) dan peralatan kesehatan keselamatan kerja Untuk mendukung pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (k-3), perusahaan melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
1. Klinik
darurat (ruang P3K) disediakan di site. Klinik dikelola oleh
paramedic untuk 24 jam selama masa produksi.
2. Pemeriksaan
kesehatan pre-employment dilaksanakan sebagai bagian dari
kriteria seleksi.
3. Pemberian
peralatan Alat Pelindung Diri (APD) pada karyawan bagian tambang dan workshop antara
lain seperti :safety helmet, safety shoes, masker, hand gloves (hand picker
dan crew cabin), safety glasses (crew cabin).
4. Pada
jalan angkut Batubara dan lokasi tambang dipasang rambu-rambu lalu lintas,
lampu-lampu penerangan, wafer truck, tanda-tanda pemberitahuan,
himbauan, peringatan dan larangan.
5. Pada
sekitar kantor workshop, gudang peralatan dan base campdisediakan
ditempat yang mudah dilihat, pemasangan dan penala aliran listrik dan
pengunaaan sarana yang sesuai dengan kapasitasnya, penyediaan perlengkapan P3K
disetiap unit bagian.
6. Pada
alat produksi dan peralatan listrik dilakukan hal-hal berikut: memberikan
petunjuk pemakaian alat (SOP); memasang perlindungan pada mesin bergerak;
memasang perlindungan pada bagian perlistrikan yang bertegangan tinggi;
memasang tanda-tanda peringatan dan larangan.
7. Pelatihan
K3, yang meliputi: mengirimkan beberapa karyawan untuk mengikuti kursus K3;
pelatihan pemadam kebakaran, dan pelatihan lain yang berkaitan dengan K3.
8. Program
komunikasi dan sosialisasi K3, yang mencakup:
a. Safety
Talk (setiap hari sebelum kerja selama 5 menit).
b. Daily
meeting, toolbox meeting, tentang masalah keselamatan dan
kesehatan kerja dengan melibatkan karyawan, kontraktor – sub kontraktor.
c. Pembuatan
SOP yang berhubungan dengan K3.
d. Safety
Inspection, yakni pemeriksaan kondisi lapangan serta menginventarisasi
segala hal yang berhubungan dengan K3, yang dilakukan Safety Committee.
e. Pemasangan
spanduk dan motto K3, papan pengumuman, peringatan dan imbauan.
9. Pembuangan
sampah ke lokasi disposal tambang
10. Tersedianya
tenaga trampil untuk penanganan keadaan darurat.
11. Pelaksanaan
administrasi dan pelaporan, yang meliputi:
a. Laporan
kecelakan tambang.
b. Laporan
jumlah rata-rata karyawan.
c. Laporan
tingkat kekerapan kecelakaan tambang.
d. Laporan
tingkat keparahan kecelakaan tambang.
e. Safety
performance.
f. Laporan
Produksi.
g. Laporan
Eksploitasi.
12. Survey debu
dan kebisingan individu akan dilaksanakan di sitesetiap tahun untuk
para karyawan yang lebih banyak bekerja di daerah yang berdebu dan bising.
13. Divisi
keselamatan kerja dan klinik melaksanakan bagian dari operasional, survey kesehatan
dan kebersihan industrial di mess dan dapur beserta kualitas air.
14. Perusahaan
berencana untuk mengembangkan rencana respon bahaya selama triwulan pertama.
Daerah-daerah beresiko tinggi sudah diidentifikasikan di tambang.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kecelakaan
kerja tambang adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan atau tidak dikehendaki
yang benar-benar terjadi dan membuat cidera pekerja tambang atau orang yang
diizinkan di tambang oleh KTT sebagai akibat kegiatan pertambangan pada jam
kerja tambang dan pada wilayah pertambangan.
Peran K3
sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha,
kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya
preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Manajemen
Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh
perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi
bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran,
ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem, dll. Jadi,
manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan
menghasilkan lingkungan kerja yang aman, bebas dari ancaman bahaya di tempat
kerja. Pentingnya kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang
sistematis dan mendasar agar dapat terintegrasi dengan manajemen perusahaan
yang lain. Integrasi tersebut diawali dengan kebijakan dari perusahaan untuk
mengelola K3 dengan menerapkan suatu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3).
B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena
sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan, kerugian pada diri
pekerja, bahkan kerugian pada Negara. Oleh karena itu kesehatan dan keselamatan
kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi
seluruh masyarakat khusunya masyarakat pekerja di pertambangan tersebut guna
meminimalisir segala kerugian yang dapat terjadi.
Sumber : https://evynurhidayah.wordpress.com/2012/06/01/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-di-pertambangan/
nfotambang.com/organisasi-prosedur-dan-perlengkapan-pelaksanaan-k-p451-142.htm