Minggu, 26 Juni 2016

MAKALAH K3 DI BIDANG PERTAMBANGAN

TUGAS SOFTSKILL
MAKALAH KESELAMATAN K3 PADA PERTAMBANGAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi  tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.  Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Indonesia memiliki berbagai sektor industri yang salah satunya yaitu pertambangan. Pertambangan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Pertambangan memberikan peran yang sangat signifikan dalam perekonomian nasional, baik dalam sektor fiscal, moneter, maupun sektor riil. Peran pertambangan terlihat jelas dimana pertambangan menjadi salah satu sumber penerimaan negara; berkontribusi dalam pembangaunan daerah, baik dalam bentuk dana bagi hasil maupun program community development atau coorporate social responsibility; memberikan nilai surplus dalam neraca perdagangan; meningkatkan investasi; memberikan efek berantai yang positif terhadap ketenagakerjaan; menjadi salah satu faktor dominan dalam menentukan Indeks Harga Saham Gabungan; dan menjadi salah satu sumber energy dan bahan baku domestik.
Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kelancaran operasi, menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit akibat kerja maka diperlukan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan pertambangan.
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun.
Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja. Secara keilmuan K3, didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi tentang pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3 merupakan kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang K3. Bahkan ditingkat internasionalpun telah disepakati adanya konvensi-konvensi yang mengatur tentang K3 secara universal sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh organisasi dunia seperti ILO, WHO, maupun tingkat regional.
Ditinjau dari aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat kecelakaan akan menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan juga menurun, dan biaya tenaga kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang efektif akan dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Hal ini pada gilirannya kemudian dapat mendorong semua tempat kerja/industri maupun tempat-tempat umum merasakan perlunya dan memiliki budaya K3 untuk diterapkan disetiap tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi salah satu budaya industrial.
Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia. Oleh karena itu, kami membahas tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di salah satu industri yaitu industri pertambangan batubara yang merupakan industri besar diwilayah Indonesia.
B.     Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui Kecelakaan kerja tambang.
2.      Untuk mengetahui peran K3 dalam mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
3.      Untuk mengetahui Sistem Manajemen K3 Pertambangan.
















 BAB  II
PEMBAHASAN

 A.    Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di  darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.

B.     Sebab-sebab Kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Penyebab dasar kecelakaan kerja :
1.      Faktor Personil
A.    Kelemahan Pengetahuan dan Skill
B.     Kurang Motivasi
C.     Problem Fisik
D.    Faktor Pekerjaan
                                i.            Standar kerja tidak cukup Memadai
                              ii.            Pemeliharaan tidak memadai
                            iii.            Pemakaian alat tidak benar
                            iv.            Kontrol pembelian tidak ketat
Penyebab Langsung kecelakaan kerja
1.      Tindakan Tidak Aman
A.    Mengoperasikan alat bukan wewenangnya
B.     Mengoperasikan alat dg kecepatan tinggi
C.     Posisi kerja yang salah
D.    Perbaikan alat, pada saat alat beroperasi
E.     Kondisi Tidak Aman
                                i.            Tidak cukup pengaman alat
                              ii.            Tidak cukup tanda peringatan bahaya
                            iii.            Kebisingan/debu/gas di atas NAB
                            iv.            Housekeeping tidak baik
Penyebab Kecelakaan Kerja (Heinrich Mathematical Ratio) dibagi atas 3 bagian Berdasarkan Prosentasenya:
1.      Tindakan tidak aman oleh pekerja (88%)
2.      Kondisi tidak aman dalam areal kerja (10%)
3.      Diluar kemampuan manusia (2%)

C.    Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja
Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 – 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
D.    Kecelakaan Kerja Tambang
·         Pengertian Batubara
Batubara adalah batuan yang berasal dari tumbuhan yang mati dan tertimbun endapan lumpur, pasir, dan lempung sselama berjuta-juta tahun lamanya. Adanya tekanan lapisan tanah bersuhu tinggi serta terjadinya gerak tektonik mengakibatkan terjadinya kebakaran atau oksidasi yang mengubah zat kayu pada bangkai tumbuh-tumbuhan menjadi tumbuhan yang mudah terbakar yang bernama batubara.
Batubara merupakan salah satu sumberdaya energi yang banyak terdapat di dunia, selain minyak bumi dan gas alam. Batubara sudah sejak lama digunakan, terutama untuk kegiatan produksi pada industri semen dan pembangkit listrik. Batubara sebagai energi alternatif mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga dapat menggantikan peran bahan bakar minyak (BBM) dalam kegiatan produksi untuk industri tersebut. Apalagi beberapa tahun terakhir ini harga BBM terus mengalami kenaikan dan hal ini sangat dirasakan dampaknya terutama dalam hal kebutuhanya sebagai sumber nergi bagi berbagai aktivitas perekonomian dunia.
Batu bara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi dirawa dan lahan gambut. Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran  kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batu bara.
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama – yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara coklat)’ – Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan. Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batu bara ‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
·         Pengertian Kerja tambang
Pengertian adalah Setiap tempat pekerjaan yang bertujuan atau berhubungan langsung dengan pekerjaan penyelidikan umum, eksplorasi, study kelayakan, konstruksi, operasi produksi, pengolahan/ pemurnian dan pengangkutan bahan galian golongan a, b, c, termasuk sarana dan fasilitas penunjang yang ada di atas atau di bawah tanah/air, baik berada dalam satu wilayah atau tempat yang terpisah atau wilayah proyek.
·         Yang dimaksud kecelakaan tambang yaitu :
1.      Kecelakaan Benar Terjadi
2.      Membuat Cidera Pekerja Tambang atau orang yang diizinkan di tambang oleh KTT
3.      Akibat Kegiatan Pertambangan
4.      Pada Jam Kerja Tambang
5.      Pada Wilayah Pertambangan
·         Penggolongan Kecelakaan tambang
1.      Cidera Ringan (Kecelakaan Ringan)
Korban tidak mampu melakukan tugas semula  lebih dari 1 hari dan kurang dari 3 minggu.
1.      Cidera Berat (Kecelakaan Berat)
Korban tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 3 minggu.
1.      Berdasarkan cedera korban, yaitu :
·         Retak Tengkorak kepala, tulang     punggung pinggul, lengan bawah/atas,   paha/kaki
·         Pendarahan di dalam atau pingsan kurang oksigen
·         Luka berat, terkoyak
·         Persendian lepas
1.      Berdasarkan penelitian heinrich:
·         Perbuatan membahayakan oleh pekerja mencapai 96% antara lain berasal dari:
1.      Alat pelindung diri (12%)
b.    Posisi kerja (30%)
c.    Perbuatan seseorang (14%)
d.   Perkakas (equipment) (20%)
e.    Alat-alat berat (8%)
f.     Tata cara kerja (11%)
g.    Ketertiban kerja (1%)
·         Sumberlainnya diluar kemampuan dan kendali manusia.
·         E.     Tindakan Setelah Kecelakaan Kerja
·         Manajemen K3
1.      Pengorganisasian dan Kebijakan K3
2.      Membangun Target dan Sasaran
3.      Administrasi, Dokumentasi, Pelaporan
4.      SOP
Prosedur kerja standar adalah cara melaksanakan pekerjaan yang ditentukan, untuk memperoleh hasil yang sama secara paling aman, rasional dan efisien, walaupun dilakukan siapapun, kapanpun, di manapun. Setiap pekerjaan Harus memiliki SOP agar pekerjaan dapat dilakukan secara benar, efisien dan aman
1.      Rekrut Karyawan & Kontrol Pembelian
2.      Inspeksi dan Pengujian K3
3.      Komunikasi K3
4.      Pembinaan
5.      Investigasi Kecelakaan
6.      Pengelolaan Kesehatan Kerja
7.      Prosedur Gawat Darurat
8.      Pelaksanaan Gernas K3
Manajemen K3 memiliki target dan sasaran berupa tercapainya suatu kinerja K3 yang optimal dan terwujudnya  “ZERO ACCIDENT” dalam kegiatan Proses Produksi .


Peralatan Safety Tambang
Menyikapi hal tersebut diatas, maka perusahaan-perusahaan di bidang Pertambangan/Perminyakan berusaha menjaga keselamatan para pekerjanya beserta segala asset yang ada, agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satu caranya dengan melengkapi para pekerjanya dengan beberapa alat keselamatan yang memadai. Di Perusahaan tambang, alat keselamatan kerja ini biasanya dikenal dengan sebutan APD (Alat Pelindung Diri).

APD di perusahaan pertambangan merupakan kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja. APD dipakai sesuai dengan tingkat bahaya dan risiko pekerjaaan, demi menjaga keselamatan pekerja dan orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja RI. Semua jenis APD harus digunakan sebagaimana mestinya berdasarkan pedoman yang benar-benar sesuai dengan standar keselamatan kerja (K3L 'Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan'). Alat-alat keselamatan kerja (APD) yang sering dipakai di sebuah perusahaan pertambangan dan migas adalah seperti dibawah ini (bentuknya lihat gambar, sesuaikan dengan nomor pada penjelasannya).
Description: alat safety tambang APD
Gambar peralatan safety tambang.

1. Safety Helmet (Helm Pengaman) ; Fungsi helm pengaman yang paling utama adalah untuk melindungi kepala dari jatuhan dan benturan benda secara langsung. Perlengkapan keselamatan ini merupakan perlengkapan yang cukup vital bagi para pekerja didunia Pertambangan dan Perminyakan. Safety Helmet sangat menolong pekerja karena sifatnya yang melindungi kepala dari bahaya terbentur benda keras seperti pipa besi ataupun batu yang jatuh selama para pekerja berada diarea kerja. Safety Helmet memiliki berbagai desain yang memiliki bentuk berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing. Selain itu, warna helmet yang digunakan menunjukkan jenis pekerjaannya.

2. Safety Vest (Rompi Reflektor) ; Rompi ini diengkapi dengan iluminator, yaitu sebuah bahan yang dapat berpendar jika terkena cahaya. Bahan berpendar ini akan memudahkan dalam mengenali posisi pekerja ketika berada di kegelapan. Umumnya didunia Pertambangan, operasional berlangsung selama 24 jam dimana kecenderungan kecelakaan kerja terjadi dimalam hari. Hal ini biasanya disebabkan penerangan di area tambang tidak begitu baik, sehingga seringkali pekerja yang berada didalam area tambang tidak terlihat. Rompi reflektor ini menjadi penting untuk mencegah hal yang tidak diinginkan seperti tertabrak/terlindas oleh kendaraan alat berat.

3. Safety Shoes (Sepatu Pengaman) ; Safety Shoes bentuknya seperti sepatu biasa, tetapi terbuat dari bahan kulit yang dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Safety Shoes berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki seperti tertimpa benda tajam atau benda berat, benda panas, cairan kimia, dsb.

4. Safety Goggles/Glasses (Kacamata Pengaman) ; Kacamata pengaman ini berbeda dari kacamata pada umumnya. Perbedaanya terletak pada lensa/kaca yang menutupi mata secara menyeluruh, termasuk bagian samping yang tidak terlindungi oleh kacamata biasa. Dengan menggunakan safety Goggles/Glasses ini, pekerja terhindar dari terpaan debu diarea Pertambangan ataupun cipratan dari minyak saat proses drilling. Kacamata ini memiliki bermacam jenis tergantung keperluan dan jenis pekerjaannya. Untuk orang berkacamata minus atau plus, disediakan lensa khusus sesuai dengan kebutuhan yang bersangkutan. Yang pasti, lensa ini tidak boleh terbuat dari kaca, karena jika terjadi benturan dan lensa pecah, serpihan kaca malah akan membahayakan penggunanya.

5. Safety Masker/masker respirator (Penyaring Udara) ; Safety Masker berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb). Di berbagai area pertambangan banyak bertaburan debu, yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada pernafasan dalam jangka waktu yang panjang. Ada berbagai jenis masker yang tersedia, mulai dari masker debu hingga masker khusus dalam menghadapi bahan kimia yang mudah menguap.

6. Safety Gloves (Sarung Tangan Pengaman) ; Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Penggunaan Safety Gloves menjadi hal yang wajib digunakan didunia pertambangan. Hal ini dikarenakan para pekerja banyak berinteraksi (menyentuh) benda2 yang panas, tajam, ataupun yang beresiko terluka tergores saat melakukan pekerjaannya. Penggunaan safety gloves pun beragam sesuai dengan jenis pekerjaannya. Ada safety gloves khusus pekerjaan seperti mekanik/montir, ada yang khusus untuk pekerjaan yang berhubungan dengan bahan kimia, ataupun pekerjaan seperti pengelasan.

7. Ear Plugs (Pengaman Telinga) ; Ear Plugs berfungsi sebagai alat pelindung yang dilekatkan di telinga pada saat bekerja di tempat yang bising. Ear plugs merupakan alat pelindung pendengaran dari kebisingan. Penggunaan earplug ini mencegah pekerja mengalami gangguan pendengaran seperti penurunan pendengaran akibat terpapar kebisingan sewaktu bekerja di area kerja yang memiliki tingkat kebisingan yang tinggi atau bekerja dengan peralatan yang mengeluarkan kebisingan tinggi. Umumnya alat pendengaran kita hanya mampu menahan besaran kebisingan sampai dengan 80-85 dB. Ear plugs pun memiliki berbagai ragam bentuk dan jenis sesuai dengan peruntukkannya dalam pekerjaan.

8. Lampu Kepala ; Alat keselamatan ini biasanya khusus digunakan pada penambangan bawah tanah (underground). Malam dan siang hari di terowongan tak ada bedanya, sama-sama gelap. Itulah sebabnya, lampu kepala wajib dikenakan. Lampu ini bisa bertenaga aki (elemen basah) atau baterai (elemen kering) yang digantung di pinggang. Dibandingkan dengan baterai, aki memiliki beberapa kelemahan, selain ukuran dan bobot aki yang lebih berat, cairan asam sulfat yang bocor dapat merusak pakaian.

9. Self Rescuer ; Dalam kondisi darurat akibat kebakaran atau ditemukannya gas beracun, alat inilah yang dapat mennjadi penyelamat bagi para pekerja. Alat ini dirancang dapat memasok oksigen secara mandiri kepada pekerja. Tidak lama memang, tapi ini diharapkan memberikan cukup waktu bagi pekerja untuk mencari jalan keluar atau mencapai tempat pengungsian yang lebih permanen.

10. Safety Boot (Sepatu Boot) ; Pada kondisi area pertambangan yang umumnya licin dan berlumpur, sepatu boot menjadi kebutuhan pokok. Sepatu pendek hanya akan menyebabkan kaki terbenam dalam lumpur. Sepatu boot juga harus dilengkapi dengan sol berlapis logam untuk melindungi jari kaki.

11. Safety Harness (Tali Pengaman) ; Alat ini berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Alat ini wajib digunakan apabila bekerja pada ketinggian lebih dari 1,8 meter.

Pencarian lainnya yang berhubungan dengan postingan ini : alat pelindung keselamatan kerja,alat perlindungan diri dalam kesehatanalat keselamatan dirialat alat pelindung diriAlat keamanan kerjaalat alat keselamatan kerja k3alat pelindung kakialat keselamatan kerja las.Alat pelindung diri kesehatanpelindung tanganperalatan perlindungan dirialat pelindung diri apdAlat pelindungalat proteksi diriapd alat pelindung dirialat pelindung diri di tempat kerja,alat-alat keamanan kerjaalat pelindung diri untuk keselamatan kerjaAlat pelindung diri dalam bekerjaalat pelindung badan.

12. Safety Belt (Sabuk Pengaman) ; Berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lainnya yang serupa (mobil, alat berat, pesawat, helikopter, dsb).

13. Raincoat (Jas Hujan) ; Berfungsi untuk melindungi pekerja dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat). Terpapar air secara langsung dan terus menerus dapat mengakibatkan timbulnya penyakit seperti infulensa dan demam, yang pada akhirnya akan mengganggu optimalisasi pekerjaan dari pekerja tersebut.

14. Face Shield (Pelindung Wajah) ; Alat ini berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggurinda dan las). Di dunia tambang, alat ini biasanya banyak digunakan oleh para mekanik dan welder.

15. Lifevest (Pelampung) ; Alat ini wajib digunakan saat kita beraktivitas di wilayah perairan/di atas air. Biasanya untuk menjangkau suatu lokasi tambang harus melewati perairan dengan menggunakan alat transportasi. Alat ini harus selalu dikenakan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan selama perjalanan (alat transportasinya karam/terbalik). Lifevest harus selalu rutin di periksa untuk mengecek daya ambang atau daya apungnya.
SISTEM PERUNDANG - UNDANGAN K3 JIS ( JAPAN INDUSTRIAL STANDARD ) PADA PERTAMBANGAN

Pengertian
JIS (Japanese Industrial Standards)
Japanese Industrial Standar (JIS) menentukan standar yang digunakan untuk kegiatan industri di Jepang. Proses standardisasi dikoordinasikan oleh Komite Standar Industri Jepang dan dipublikasikan melalui Jepang Standards Association.

Note : Appendix I is summarized based on the contents of Appendix II
Appendix I
The outline of the Act (Act No. 82 of amendments of the Industrial Safety and Health Act June 25, 2014) making partial

(1)   Explanatory note;
The partial amendments of the Industrial Safety and Health Act, this time, are grounded in the recent occurrence of Occupational Accidents and Diseases especially such as the bile duct cancer due to hazardous chemical substances which are not regulated by the special regulations, mental health disorder and recurrence of Accidents in a similar way.These situations have been understood as serious problems, and the objectives of the said amendments are to enhance the system for the prevention of Occupational Accidents and Diseases. The situations and the necessity of countermeasures with respect to the issues and situations mentioned above are as follows,
Situations
Necessity of Countermeasures
The occurrence of the bile duct cancer as the Occupational Disease due to hazardous chemical substances which are not covered by the special regulations.
To respond appropriately, based on the results of the investigation, in advance, on the danger and/or hazard regarding the said chemical substances. (with regard to Article 28-2 and the new establishment of Article 57-3)
The increase of the cases of mental health disorder, compensated as the Occupational Disease.
To respond appropriately, based on the results of the assessment of the state of health, including mental issues, of the worker concerned, in advance of falling into mental health disorder. (with regard to the new establishment of Article 66-10)
The same kind of the Occupational Accident occurred repeatedly in the other work place of the same company.
To prevent the same kind of the said Accident in the other workplace of the same company. (with regard to the amendment of Article 78)

Note : the outlines of the amendments including the above 3 points are as follows.

(2)   Six points of the amendments of the Industrial Safety and Health Act, this time, are as follows.
1.      Review of the way that should be, of the appropriate control of the hazardous chemicals.
·         To make it compulsory obligation that the employer shall investigate danger or harm of such chemical substances as are not covered by the special regulations and have certain dangerous and/or harmful properties. with regard to the new establishment of Article 57-3) Note; this provision will be enforced from 1st, June, 2016.

2.      Establishment of the system of assessing of the degree of the worker’s mental burden,
·         To make it compulsory obligation that the employer shall conduct the medical examination in order to assess the degree of the worker’s mental burden for his/her worker by the physician, public health nurse or other competent person. However, this compulsory obligation shall, for a while, be such one as to endeavour to conduct the said medical examination for each workplace of the scale defined by Cabinet Order ( provided for as regularly employing less than fifty workers.
·         To make it compulsory obligation that the employer, when he/she conducted the medical examination in order to assess the degree of the worker’s mental burden for his/her worker by the physician, public health nurse or other competent person, shall provide the worker who was informed the results of the examination and desires to get the guidance with face-to-face by the physician for him/her, and then based on its results, the said employer, by taking into consideration of the opinions of the physician, and when it is deemed necessary, shall take measures including changing the work contents, shortening the working hours, or other appropriate measures. (With regard to the new establishment of Article 66-10)
Note1: this provision will be enforced from 1st, December, 2015.
Note2: the treatment of this compulsory obligation to conduct the examination into allowing a certain scale of workplace to endeavour to conduct it for a while, bases its legal ground on the supplementary provision added this time revision.
Note3: this system is so called as “Stress-Check System”, expressed in the Notice of No. 0501-3, dated 1st, May, 2015, issued by the Director General, Labour Standards Bureau, prescribing details and interpretation of this System.

3.      Promotion of such measures as to prevent harmful influences by Passive Smoking,
·         To make it compulsory obligation that the employer, shall endeavour to take such appropriate measures as to prevent harmful influences by the Passive Smoking, taking into consideration of the actual circumstances of the said employer as well as his/her workplace. (With regard to the new establishment of Article 68-2)
Note; this provision was enforced from 1st, June, 2015.

4        Response to such employers as repeating occurrence of severe Occupational Accidents and/or Diseases,
·         To create the administrative system that the Minister of Health, Labour and Welfare may instruct the said employer to prepare comprehensive improvement plan with respect to safety and health, covering his/her whole company. In this case, if the said employer does not comply with the said Minister’s instruction, the said Minister may make the recommendation to take necessary measures in order to prevent severe Occupational Accidents or Diseases, to the said employer. And then, if the said employer does not comply with the said recommendation, the said Minister may announce such situation. (With regard to the amendment of Article 78, omitted in this paper.)
Note; this provision was enforced from 1st, June, 2015.

5.      Response to the Inspection Agency concerned, located in foreign countries,
·         Taking into consideration of the international situations with respect to the Inspection Agency concerned, in addition to usual system, to add another administrative one that the Inspection Agency who conducts the inspection of such machines like boilers requiring specially dangerous operations, etc., and located in foreign countries, may be registered as the said Inspection Agency by the Minister of Health, Labour and Welfare and enable the said Agency to act in Japan. (With regard to the amendment of Article 46, 52, etc.; omitted in this paper.)
Note; this provision was enforced from 1st, June, 2015.

6.      Review of the system of such notification of the plan as requested, in the case of the type of industry concerned and the scale of the establishment concerned, as well as the addition of the machine to be undergone the type examination by the registered type examination agency,
·         Taking into consideration of a good state of compliance of the employer concerned with respect to the said Notification of the plan, the provision of the said notification of the plan was abolished.
·         To add the Air Purifying Respirator with electric powered fan, which is obligated that workers shall use in such workplaces as the concentration of the dust is high in the air, to the machines to be undergone the type examination by the registered type examination agency. (With regard to the amendment of Article 42, 44-2, 46, 88, appended Table2, etc.; omitted in this paper.)
Note; this provision was enforced from 1st, December, 2014.

Disclaimer
This translation is not formally accepted, because the only legally effective texts of the main provisions, mentioned above are the ones which were published in Japanese, in the Official Gazette, issued by the Government of Japan.

However, this translation is offered as a reference in order to promote the international understanding of the main provisions among the amendments by the Act (Act No. 82 of June 25, 2014) making partial amendments of the Industrial Safety and Health Act.
                             
While great care is taken with the Translation of the main provisions among the amendments by the Act (Act No. 82 of June 25, 2014) making partial amendments of the Industrial Safety and Health Act, from the Japanese, original, legal text into English, in the following Appendix    the International Affairs Division, International Affairs Center, Japan Industrial Safety and Health Association, accepts no responsibility for meaning of these provisions included in the following translation, as legally actual effects.




Appendix II
The main provisions among the amendments by the Act (Act No. 82 of June 25, 2014) making partial amendments of the Industrial Safety and Health Act

The Amended Provisions (abstract)
(Investigation, etc. to be carried out by Employer)
Article 28-2 The employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry of Health, Labour and Welfare, endeavour to investigate the danger or harm etc., due to buildings, facilities, raw materials, gases, vapours, dust, etc. (excluding the danger or harm, etc., due to the materials, provided for in the Cabinet Order, provided for in paragraph (1) of Article 57 and the notifiable substances provided for in paragraph (1) of Article 57-2 and those arising from work actions and other duties, and to take necessary measures preventing from dangers or health impairment to workers, in addition to taking the measures provided for by the provisions pursuant to this Act or the orders, based on the results of the said investigation. However, in case of the investigation other than investigation to substances including chemicals, preparations containing chemicals and others, which are likely to bring about danger or health impairment to workers, this shall apply to the employer of the undertaking in the manufacturing industry or other industries provided for by the Ordinance of the Ministry of Health, Labour and Welfare. Paragraph (2) and (3); Omitted here.
(Investigation with respect to the materials, provided for in the Cabinet Order based on paragraph (1) of Article 57 and the notifiable substances , etc. to be carried out by Employer)
Article 57-3 The employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry of Health, Labour and Welfare, investigate the danger or harm etc., due to the materials, provided for in the Cabinet Order, provided for in paragraph
(1) of Article 57 and the notifiable substances.
(2) The employer shall endeavour to take necessary measures for preventing dangers or health impairment to workers, in addition to taking the measures provided for by the provisions pursuant to this Act or the orders, based on the results of the investigation provided for inthe preceding paragraph.
(3) The Minister of Health, Labour and Welfare shall make publish the necessary 2 guidelines relating to the measures provided for in the preceding two paragraphs to achieve an appropriate and effective implementation thereof, in addition to those provided for in paragraph (1) and (3) of Article 28.
(4) The Minister of Health, Labour and Welfare may provide individual employers and organizations of employers with necessary guidance and assistance, etc., under the guidelines in the preceding paragraph.
(Medical examination for assessing the degree of a mental burden of the worker )
Article 66-10 The employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry of Health, Labour and Welfare, conduct the medical examination in order to assess the degree of the worker’s mental burden for his/her worker by the physician, public health nurse or other competent person (hereafter, referred as“ the physician, etc.”).
(2) The employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry of Health, Labour and Welfare, ensure to be notified the results of the medical examination, provided for in the preceding paragraph from the physician, etc. who conducted the said examination, to the worker, examined pursuant to the preceding paragraph. In this case, the said physician, etc. shall not offer the results of the said examination to the employer concerned without the advance consent to do so from the said worker.
(3) In case where his/her worker, among the workers concerned who received the notification, pursuant to the preceding paragraph, and his/her worker’s degree of the burden of mental health fallsunder the required condition considering the maintenance of the said worker’s health as provided for by the Ordinance of the Ministry of Health, Labour and Welfare, and when his/her worker concerned, makes an offer to be undergone the face-to-face guidance by the physician, the employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry of Health, Labour and Welfare, conduct the face-to-face guidance by the physician to the said worker. In this case, the employer concerned, shall not make a disadvantageous treatment to the said worker.
(4) The employer shall, as provided for by the Ordinance of the Ministry of Health, Labour and Welfare, record the result of the face-to-face guidance by the physician, pursuant to the preceding paragraph.
(5) The employer shall, based on the results of the face-to-face guidance by the
physician, pursuant to the provision of the third paragraph, as provided for by the Ordinance of the Ministry of Health, Labour and Welfare, listen to the opinions of the physician concerned, about the necessary measure in order to maintain the health of the said worker.
(6) The employer shall, by taking consideration of the opinions of the physician,
pursuant to the preceding paragraph, and when it is deemed necessary, take 3 measures including changing the location of work, changing the work contents, shortening the working hours, reducing the frequency of night work or other measures, along with reporting the opinion of the said physician to the Health Committee, the Safety and Health Committee or the Committee for the Improvement of Establishing Working Hours, and other appropriate measures, considering the circumstances of the said worker.
(7) The Minister of Health, Labour and Welfare shall publish the necessary guidelines relating to the measures in the preceding paragraph to achieve an appropriate and effective implementation thereof.
(8) The Minister of Health, Labour and Welfare may, when the Minister published the guidelines, pursuant to the preceding paragraph, and it is deemed necessary, provide individual employers and organizations of employers with the necessary guidance and assistance, etc., under the guidelines in the preceding paragraph.
(9) The State shall endeavour to conduct study training for the physician, etc., with respect to the influences due to the degree of the mental burden of the worker in order to maintain the workers’ health, in addition, to take such measures as to provide health counselling and other services to the said worker, in order to promote the health of the said worker who uses the notified results, pursuant tothe second paragraph.
(Prevention of Passive Smoking)
Article 68-2 The employer shall endeavor to take necessary measures in order to
Prevent the Passive Smoking (meaning to inhale tobacco smoke, blown out by other people, the interior of the building or in the other equivalent environment. In the paragraph (1) of Article 71, referred to as the same.), considering the circumstances of the said employer and his/her workplace.
Supplementary Provisions
(special case for the Medical examination for assessing a degree of a mental burden of the worker )
Article 4 In applying of Article 66-10 to the workplace other than the one provided for the paragraph (1) of Article 13, “shall conduct” in paragraph (1) of the said Article shall be read for a while as “shall endeavour to conduct”.


F.     Sistem manajemen k3 di pertambangan
Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem,dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja.
Adapun Faktor Resiko yang sering dijumpai pada Perusahaan Pertambangan adalah sebagai berikut :
Ledakan
Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam. Ledakan merambat pada lobang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang fatal
Longsor
Longsor di pertambangan biasanya berasal dari gempa bumi, ledakan yang terjadi di dalam tambang,serta kondisi tanah yang rentan mengalami longsor. Hal ini bisa juga disebabkan oleh tidak adanya pengaturan pembuatan terowongan untuk tambang.
Kebakaran
Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan tambang bawah tanah mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga gas itu terangkat ke udara (beterbangan) dan kemudian membentuk awan gas dalam kondisi batas ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran.
Pengelolaan Risiko menempati peran penting dalam organisasi kami karena fungsi ini mendorong budaya risiko yang disiplin dan menciptakan transparansi dengan menyediakan dasar manajemen yang baik untuk menetapkan profil risiko yang sesuai. Manajemen Risiko bersifat instrumental dalam memastikan pendekatan yang bijaksana dan cerdas terhadap pengambilan risiko yang dengan demikian akan menyeimbangkan risiko dan hasil serta mengoptimalkan alokasi modal di seluruh korporat. Selain itu, melalui budaya manajemen risiko proaktif dan penggunaan sarana kuantitatif dan kualitatif yang modern, kami berupaya meminimalkan potensi terhadap kemungkinan risiko yang tidak diharapkan dalam operasional.
Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya yang ada di tempat kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko dalam kegiatan pengelolaan diterima dengan baik di banyak industri. Pendekatan ini ditandai dengan empat tahap proses pengelolaan risiko manajemen risiko adalah sebagai berikut :
1.      Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi yang berpotensi menimbulkan bahaya atau kerugian (kadang-kadang disebut ‘kejadian yang tidak diinginkan’).
2.      Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang mungkin timbul dari peristiwa yang tidak diinginkan.
3.      Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang tepat untuk mengurangi atau mengendalikan risiko yang tidak dapat diterima.
4.      Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah menerapkan kontrol dan memastikan mereka efektif.
Manajemen resiko pertambangan dimulai dengan melaksanakan identifikasi bahaya untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti sebagai bahan untuk dianalisa, pelaksanaan identifikasi bahaya dimulai dengan membuat Standart Operational Procedure (SOP). Kemudian sebagai langkah analisa dilakukanlah observasi dan inspeksi. Setelah dianalisa,tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah evaluasi resiko untuk menilai seberapa besar tingkat resikonya yang selanjutnya untuk dilakukan kontrol atau pengendalian resiko. Kegiatan pengendalian resiko ini ditandai dengan menyediakan alat deteksi, penyediaan APD, pemasangan rambu-rambu dan penunjukan personel yang bertanggung jawab sebagai pengawas. Setelah dilakukan pengendalian resiko untuk tindakan pengawasan adalah dengan melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau resiko.
Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan adalah sebagai berikut :
1.      Menimalkan kerugian yang lebih besar
2.      Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada perusahaan
3.      Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan
Guna menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang bawah tanah, terutama dalam bentuk ledakan gas perlu dilakukan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan ledakan ini harus dilakukan oleh segenap pihak yang terkait dengan pekerjaan pada tambang bawah tanah tersebut. Beberapa hal yang perlu dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan adalah :
1.      Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:
A.    Gas-gas yang mudah terbakar/meledak
B.     Karakteristik gas
C.     Sumber pemicu kebakaran/ledakan
D.    Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain:
                                i.            Pengukuran konsentrasi gas
                              ii.            Pengontrolan sistem ventilasi tambang
                            iii.            Pengaliran gas (gas drainage)
                            iv.            Penggunaan alat ukur gas
                              v.            Penyiraman air (sprinkling water)
                            vi.            Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan
                          vii.            Teknik pencegahan ledakan tambang
a.       Penyiraman air (water sprinkling)
b.      Penaburan debu batu (rock dusting)
c.       Pemakaian alat-alat pencegahan standar.
d.      Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan ledakan, antara lain:
a.       Lokalisasi penambangan dengan penebaran debu batuan
b.      Pengaliran air ke lokasi potensi kebakaran atau ledakan
c.       Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada lokasi rawan
d.      Tindakan pencegahan kerusakan akibat kebakaran dan ledakan:
a.       Pemisahan rute (jalur) ventilasi
b.      Evakuasi, proteksi diri, sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.
Sesungguhnya kebakaran tambang dan ledakan gas tidak akan terjadi jika sistem ventilasi tambang batubara bawah tanah itu cukup baik.














BAB III
PEMBELIAN DAN PERAWATAN K3

Penanganan K-3 adalah tanggung jawab seluruh individual yang terlibat di dalam perusahaan, namun secara struktural perlu dibentuk Bagian K3 dan Lingkungan, dimana Kepala Bagian-nya diposisikan sebagai Wakil Kepala Teknik Tambang yang langsung bertanggung jawab kepada General Managersebagai Kepala Teknik Tambang. Bagian tersebut selain melakukan inspeksi juga sebagai evaluator dan bersifat administratif, dengan tugas :
a) Mengumpulkan data dan mencatat rincian dari setiap kejadian kecelakaan dan menganalisanya
b) Mengumpulkan data kegiatan dan lokasi yang berpotensi bahaya dan membuat Standart Operation Procedure (SOP) yang aman untuk bekerja pada kegiatan tersebut.
c) Membuat peraturan dan petunjuk keselamatan dan kesehatan kerja terhadap seluruh pekerja.
d) Mengkoordinir pertemuan-pertemuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
e) Melakukan evaluasi terhadap seluruh kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja.
Untuk mewujudkan pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K–3), perusahaan membentuk organisasi dan menunjuk personil yang bertanggung jawab atas keberhasilan pelaksanaan program K3 tersebut. Wadah organisasi tersebut adalah:
· Kepala Teknik Tambang (KTT).
· Pengawas operasional.
· Pengawas teknik.
· Petugas K3 (safety officer).
· Komite K3 (safety committee).
Pada pelaksanaan operasionalnya nanti, Perusahaan akan menempatkan orang-orang yang menguasai operasional penambangan dengan tujuan agar implementasi aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ini dapat berjalan dengan baik.
Selain organisasi yang bersifat struktural terdapat organisasi yang bersifat fungsional atau sering disebut Safety Committee yaitu tempat berkumpul dari beberapa department didalam struktur organisasi. Komitee ini secara berkala melakukan inspeksi dan evaluasi.
Elemen program K3 adalah sebagai berikut :
a. Kepemimpinan & Administrasi
b. Inspeksi dan Perawatan
c. Prosedur dan Analisa Pekerjaan
d. Investigasi Kecelakaan/Insiden
e. Observasi pekerjaan
f. Persiapan tanggap darurat
g. Permit kerja
h. Analisa kecelakaan
i. Pelatihan
j. Alat Pelindung Diri

k. Kesehatan Kerja
l. Evaluasi sistem
m. Rekayasa dan Manajemen Perubahan
n. Komunikasi pribadi
o. Komunikasi grup
p. Promosi dan publikasi
q. Seleksi dan penempatan
r. Manajemen Material dan Servis
s. Keselamatan di luar kerja.
Peralatan K-3
Untuk menjamin Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat berlangsung dengan baik perlu diperhatikan fasilitas-fasilitas standar yang mendukung kegiatan dapat berjalan dengan aman. Alat perlindungan diri (APD) standar seperti topi proyek, sepatu pelindung, pelindung mata, masker dan pelindung telinga. Selain pakaian pelindung tersebut, pemasangan papan-papan peringatan, rambu lalu lintas, ketentuan atau peraturan pengunaan peralatan yang sesuai dengan fungsinya dan ketentuan-ketentuan yang membuat lokasi kegiatan aman dan di dukung oleh personil yang menangani setiap kegiatan menguasai operasional akan menjamin keselamatan dan kesehatan kerja dapat berlangsung baik.

Lokasi tambang juga harus dilengkapi fasilitas pemadam kebakaran dan unit kesehatan termasuk gawat darurat yang dilengkapi paramedik on-site dan alat-alat medis serta obat-obatan. Akan lebih baik lagi jika unit kesehatan ini juga dilengkapi dengan mobil ambulance.
Langkah-Langkah Pelaksanaan K-3 Pertambangan
Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja tidak akan berhasil apabila tidak ada program yang jelas dan terarah. Dengan adanya program pelaksanaan pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang lebih terarah maka keberhasilan atau penampilan dari pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja lebih mudah dievaluasi dan diatur untuk perbaikan dan peningkatan dalam program atau waktu selanjutnya.
Langkah-langkah pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang baik adalah :
Membuat peraturan perusahaan
Berdasarkan Kep Men No.555.K disebutkan bahwa Kepala Inspeksi Tambang harus menerbitkan sekurang-kurangnya 12 pedoman teknis. Selain itu juga membuat peraturan perusahaan atau pedoman-pedomankerja dan operasi berupa SOP (Standart Operation Procedure) yang khusus menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan pemerintah tentang masalah ini.

Jadi dukungan manajemen terhadap keberhasilan dari pengelolaan keselamatan dan kesehatan kerja sangat menentukan, karena bagaimanapun baiknya suatu organisasi dengan program keselamatan kerja yang baik pula, tidak akan berhasil tanpa dukungan dari manajemen. Dukungan dari manajemen dapat dibuat dengan tertulis bahwa manajemen mempunyai komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, dan dukungan tersebut harus diikuti dengan penyediaan dana dan perhatian yang cukup.

Peraturan perusahaan dapat bersifat umum dan khusus, Peraturan perusahaan yang bersifat umum berlaku untuk seluruh kegiatan yang ada, mulai dari lokasi penambangan, jalan angkut Batubara dan stock pile. Peraturan yang bersifat khusus dibuat pada masing-masing kegiatan, karena masing-masing kegiatan tersebut memiliki potensi bahaya yang berbeda, sehingga harus dibuat peraturan khusus yang spesifik.
Program pendidikan dan latihan dasar K3
Program pendidikan dan pelatihan ini sangat diperlukan, agar pekerja dapat memahami bagaimana dan pentingnya untuk melakukan pekerjaannya dengan aman. Program pendidikan atau pelatihan, adalah untuk pekerja baru, pelatihan untuk pekerja dengan tugas baru dan pelatihan penyegaran untuk pekerja lama. Materi-materi yang biasa disampaikan dalam pelatihan ini adalah: membuat tata cara yang aman untuk melakukan pekerjaan, mengidentifikasi potensi bahaya yang ada dalam lingkungan kerja dan bagaimana cara pencegahan dan tindakan yang harus dilakukan untuk menghindari apabila bahaya tersebut terjadi. Program pendidikan dan pelatihan akan dilaksanakan selama kegiatan tambang berlangsung.
Perawatan peralatan kerja.
Guna mencegah terjadinya kecelakaan, maka perlu dilakukan perawatan secara berkala terhadap semua peralatan yang dipergunakan. Peralatan pelindung diri, sebaiknya diberikan secara secara berkala dan dibatasi waktu pemakaiannya, untuk menjamin keefektifan alat ketika dipergunakan.
Kesehatan kerja.
Selain penggunaan peralatan dalam upaya perlindungan terhadap kecelakan, pemeriksaan kesehatan karyawan wajib dilakukan, baik pada awal mulai bekerja maupun secara berkala selama dinas kerja. Hal ini dapat mengurangi tingkat kecelakaan akibat penurunannya tingkat kesehatan pekerja dan karyawan. Rencana pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja harus termasuk tetapi tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut :
1. Tingkatan kewenangan dan tanggung jawab untuk kesehatan dan keselamatan kerja di organisasi.
2. Detail program pelatihan dan induksi.
3. Sistem pencatatan kesehatan & pengobatan
4. Penilaian resiko.
5. Prosedur operasional standar untuk daerah beresiko tinggi.
6. Program pencanangan keselamatan kerja.
7. Pengurus keselamatan kerja dan rapat.
8. Waktu dan format untuk rapat toolbox keselamatan kerja.
9. Laporan Kecelakaan/bahaya dan prosedur investigasi.
10. Analisa statistika keselamatan kerja.
11. Program audit & inspeksi keselamatan kerja.
12. Pencanangan dan pengawasan kesehatan.
13. Persyaratan keselamatan kerja.
14. Kebijakan peralatan keselamatan.
15. Analisa pekerjaan keselamatan kerja.
16. Perizinan.

Pengawasan
Pengawasan dilakukan secara aktif dan berjenjang mulai dari pekerja di lapangan sampai manajer sehingga efektif dan kondisi aman dari suatu kegiatan akan terjaga terus. Selain itu juga dilakukan pengawasan silang, karena sering terjadi pengawas dan pekerja disuatu bagian tertentu menjadi terbiasa dan tidak menyadari akan adanya suatu potensi bahaya. Pengawasan silang diharapkan akan dapat menemukan hal-hal seperti ini dan harus segera dikoreksi.
Evaluasi program.
Perbaikan dan peningkatan program K3 Apabila menurut penilaian Inspektur Tambang tingkat kecelakaan cukup memprihatinkan yang penyebabnya diduga berkaitan dengan lemahnya program K3 perusahaan tersebut. Tim Evaluasi, yang anggotanya terdiri dari beberapa inspektur tambang akan mengevaluasi, memperbaiki, dan meningkatkan program K3 dari perusahaan yang bersangkutan.
Tabel 7. Peralatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
No
Lokasi
Peralatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1
Tambang
a. Helm pengaman / Safety helmet
b. Sepatu pengaman / Safety shoes
c. Kacamata / Sunglasses
d. Sarung tangan kuli t/ leather gloves
e. Masker + ear plug
f. Reflector vest
g. Pemadam api
h. Bendera tanda kendaraan
i. Kotak P3K di setiap kendaraan tambang
j. Rambu lalu lintas
2
Bengkel
a. Helm pengaman / Safety helmet
b. Sepatu pengaman / Safety shoes
c. Kacamata / Sunglasses
d. Sarung tangan kulit / leather gloves
e. Masker + ear plug
f. Penampung minyak pelumas bekas
g. Penampung besi-besi / suku cadang bekas
h. Pemadam api
i. Kotak P3K
j. Pembersih tumpahan minyak
3
Gudang suku cadang
a. Helm pengaman / Safety helmet
b. Sepatu pengaman / Safety shoes
c. Sarung tangan kulit / leather gloves
d. Pemadam api
e. Kotak P3K
4
Instalasi Pengolahan
a. Helm pengaman / Safety helmet
b. Sepatu pengaman / Safety shoes
c. Sarung tangan kulit / leather gloves
d. Masker + ear plug
e. Jas laboratorium
f. Pemadam api
g. Kotak P3K
5
Jalur Belt Conveyor
a. Penutup belt conveyor
b. Rambu-rambu keamanan
c. Pagar pengaman
d. Lampu penerangan
e. Kabel pemutus aliran listrik darurat
6
Jalan angkut dari tambang kestockpileinstalasi pengolahan
a. Helm pengaman / Safety helmet
b. Sepatu pengaman / Safety shoes
c. Kacamata / Sunglasses
d. Sarung tangan kulit / leather gloves
e. Masker + ear plug
f. Bendera tanda kendaraan
g. Rambu lalu lintas
7
Pelabuhan
a. Helm pengaman / Safety helmet
b. Sepatu pengaman / Safety shoes
c. Kacamata / Sunglasses
d. Sarung tangan kulit / leather gloves
e. Masker + ear plug
f. Pemadam api
g. Bendera tanda kendaraan
h. Kotak P3K di setiap kendaraan tambang
i. Rambu lalu lintas
Tabel 8. Langkah-langkah Pelaksanaan K-3 Pertambangan
No
Kegiatan
Uraian
1
Patroli Keamanan
a. peninjauan / pengecekan untuk mengantisipasi kekurangan dan kondisi tidak aman
b. penertiban sesuai peraturan K-3
c. melaporkan secara lisan / tertulis kepada supervisor bagi pelanggar peraturan
d. mengontrol batas kecepatan kendaraan tambang
2
Inspeksi Keamanan
a. cek kondisi pemadam api, mela-kukan inventarisasi dan pengisian kembali jika perlu
b. cek kondisi fasilitas transportasi
c. cek kondisi fasilitas bengkel
d. cek kondisi dan penataan gudang
e. cek kondisi dan penataan camp utama dan lokasi kerja
3
Diskusi Masalah Keselamatan
a. masalah keselamatan pada setiap jam
b. diskusi pagi, membantu dan memonitor realisasi diskusi pagi
4
Kampanye Keselamatan
a. secara pendekatan pribadi, pembe-lajaran, mengedarkan slogan, leaflet, dsb
b. evaluasi
5
Pelindung Keamanan
a. inventarisasi Alat Pelindung Diri (APD)
b. cek kelengkapan pengaman alat-alat
c. cek kelengkapan rambu-rambu
d. melengkapi kekurangan
6
Pemilihan Operator
a. cek jenis peralatan
7
Laporan Keamanan
a. laporan kecelakaan tambang
b. laporan bulanan
c. laporan tahunan
d. laporan pelatihan

Rincian pengadaan peralatan pelindung diri (APD) dan peralatan kesehatan keselamatan kerja Untuk mendukung pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (k-3), perusahaan melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
1. Klinik darurat (ruang P3K) disediakan di site. Klinik dikelola oleh paramedic untuk 24 jam selama masa produksi.
2. Pemeriksaan kesehatan pre-employment dilaksanakan sebagai bagian dari kriteria seleksi.
3. Pemberian peralatan Alat Pelindung Diri (APD) pada karyawan bagian tambang dan workshop antara lain seperti :safety helmet, safety shoes, masker, hand gloves (hand picker dan crew cabin), safety glasses (crew cabin).
4. Pada jalan angkut Batubara dan lokasi tambang dipasang rambu-rambu lalu lintas, lampu-lampu penerangan, wafer truck, tanda-tanda pemberitahuan, himbauan, peringatan dan larangan.
5. Pada sekitar kantor workshop, gudang peralatan dan base campdisediakan ditempat yang mudah dilihat, pemasangan dan penala aliran listrik dan pengunaaan sarana yang sesuai dengan kapasitasnya, penyediaan perlengkapan P3K disetiap unit bagian.
6. Pada alat produksi dan peralatan listrik dilakukan hal-hal berikut: memberikan petunjuk pemakaian alat (SOP); memasang perlindungan pada mesin bergerak; memasang perlindungan pada bagian perlistrikan yang bertegangan tinggi; memasang tanda-tanda peringatan dan larangan.
7. Pelatihan K3, yang meliputi: mengirimkan beberapa karyawan untuk mengikuti kursus K3; pelatihan pemadam kebakaran, dan pelatihan lain yang berkaitan dengan K3.
8. Program komunikasi dan sosialisasi K3, yang mencakup:
a. Safety Talk (setiap hari sebelum kerja selama 5 menit).
b. Daily meetingtoolbox meeting, tentang masalah keselamatan dan kesehatan kerja dengan melibatkan karyawan, kontraktor – sub kontraktor.
c. Pembuatan SOP yang berhubungan dengan K3.
d. Safety Inspection, yakni pemeriksaan kondisi lapangan serta menginventarisasi segala hal yang berhubungan dengan K3, yang dilakukan Safety Committee.
e. Pemasangan spanduk dan motto K3, papan pengumuman, peringatan dan imbauan.
9. Pembuangan sampah ke lokasi disposal tambang
10. Tersedianya tenaga trampil untuk penanganan keadaan darurat.
11. Pelaksanaan administrasi dan pelaporan, yang meliputi:
a. Laporan kecelakan tambang.
b. Laporan jumlah rata-rata karyawan.
c. Laporan tingkat kekerapan kecelakaan tambang.
d. Laporan tingkat keparahan kecelakaan tambang.
e. Safety performance.
f. Laporan Produksi.
g. Laporan Eksploitasi.
12. Survey debu dan kebisingan individu akan dilaksanakan di sitesetiap tahun untuk para karyawan yang lebih banyak bekerja di daerah yang berdebu dan bising.
13. Divisi keselamatan kerja dan klinik melaksanakan bagian dari operasional, survey kesehatan dan kebersihan industrial di mess dan dapur beserta kualitas air.
14. Perusahaan berencana untuk mengembangkan rencana respon bahaya selama triwulan pertama. Daerah-daerah beresiko tinggi sudah diidentifikasikan di tambang.









BAB  IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kecelakaan kerja tambang adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan atau tidak dikehendaki yang benar-benar terjadi dan membuat cidera pekerja tambang atau orang yang diizinkan di tambang oleh KTT sebagai akibat kegiatan pertambangan pada jam kerja tambang dan pada wilayah pertambangan.
Peran K3 sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang ekstrem, dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman, bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja. Pentingnya kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis dan mendasar agar dapat terintegrasi dengan manajemen perusahaan yang lain. Integrasi tersebut diawali dengan kebijakan dari perusahaan untuk mengelola K3 dengan menerapkan suatu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
B.    Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan, kerugian pada diri pekerja, bahkan kerugian pada Negara. Oleh karena itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat khusunya masyarakat pekerja di pertambangan tersebut guna meminimalisir segala kerugian yang dapat terjadi.

nfotambang.com/organisasi-prosedur-dan-perlengkapan-pelaksanaan-k-p451-142.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar