Sabtu, 16 April 2016

Teknik Dan Proses Keselamatan Kerja ( TUGAS 8)

SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN K3 SECARA ILO-OSH
1.      Latar Belakang
Sebagai akibat dari laju kecepatan yang terus meningkat di seluruh dunia liberalisasi perdagangan dan ekonomi, juga kemajuan teknologi, jumlah kecelakaan kerja dan penyakit semakin meningkat di banyak negara berkembang. Utamanya diperkirakan setiap tahun lebih dari 1,2 juta jiwa pekerja tewas akibat kecelakaan kerja dan penyakit serta 250 juta kecelakaan kerja dan 160.000.000 penyakit terkait dengan pekerjaan yang terjadi. Kerugian ekonomi terkait kecelakaan kerja ditambah dengan adanya penyakit ini diperkirakan sebesar 4% dari produk nasional bruto dunia.
Setelah sukses dengan pengenalan pendekatan system untuk manajemen oleh ISO melalui serangkaian manajemen mutu (ISO 9000) dan manajemen lingkungan (ISO 14000) pada awal 1990-an, ada pandangan bahwa pendekatan yang sama dapat digunakan untuk mengelola keselamatan dan kesehatan di tingkat organisasi. Mungkin inisiatif dari pekerjaan untuk mengembangkan sebuah standar ISO pada system manajemen K3 telah dibahas pada lokakarya ISO internasional tentang Sistem Manajemen K3 Standardisasi pada tahun 1996. Lokakarya membentuk pandangan bahwa ISO harus menghentikan upaya masing-masing dan bahwa ILO, karena struktur tripartite tersebut, akan menjadi lebih tepat tumbuh daripada ISO untuk menguraikan dokumen panduan internasional untuk pembentukan dan pelaksanaan keselamatan kerja yang efektif dan system manajemen kesehatan.
Intinya dalam kesimpulan lokakarya, keselamatan kerja dan cabang kesehatan (sekarang: kerja yang aman) dari ILO, dalam kerjasama IOHA, dimulai pada tahun 1998 dengan identifikasi elemen kunci dalam system manajemem K3 yang ada. Langkah pertama adalah untuk memeriksa ada standar system manajemen K3 serta adanya dokumen bimbingan. Berdasarkan penelahaan ini, unsur-unsur umum dari system manajemen K3 telah diidentifikasi dan disusun terkait pedoman rancangan. Selama hampir dua tahun, rancangan tersebut secara sistematis ditinjau oleh pakar internasional, dan ditingkatkan terus.
Pada akhir tahun 1999, BSI, sebuah badan anggota ISO, meluncurkan sebuah proposal resmi untuk pembentukan sebuah bidang baru di bidang kesehatan, kegiatan teknis dan manajemen keselamatan, dengan tujuan untuk mengembangkan sebuah standar ISO. Inisiatif ini bersaing dengan ISO, untuk terus-menerus ILO akan dihadapi dengan oposisi internasional yang kuat dan kampanye untuk menghentikan kerja ISO. Ini menghasilkan kegagalan usulan BSI yang mendukung ILO.
Rancangan akhir dokumen ILO telah diserahkan untuk komentar pada ILO Januari 2001. Panduan ILO atas keselamatan dan system manajemen kesehatan (K3 ILO-2001) yang disahkan pada pertemuan tripartite (ahli dari ketiga pihak) pada bulan April 2001. Badan ILO menyetujui penerbitan pedoman pada bulan Juni 2001. Pedoman ini diterbitkan pada bulan Desember 2001.

2.      Pedoman ILO tentang Sistem Manajemen K3 (ILO-OSH 2001)
ILO-OSH 2001 memberikan suatu model yang cukup unik di tingkat internasional, cocok dengan standar system manajemen dan semua pedoman yang terkait dengannya. Tidak mengikat secara hukum, dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan hukum nasional, regulasi, dan standar yang telah diterima oleh umum. Ini menggambarkan bahwa nilai-nilai pada ILO, seperti persetujuan antara tiga pihak, dan relevan dengan standar internasional yang termasuk di dalamnya Konvensi Keselamatan dan Kesehatan tahun 1981 dan Konvensi Pelayanan Kesehatan Kerja tahun 1985. Pengaplikasiannya tidak memerlukan sertifikasi, tetapi tidak mengecualikan sertifikasi sebagai alat pengakuan praktek yang baik jika ini adalah keinginan negara tersebut dalam melaksanakan pedoman-pedoman ILO demi mendorong terjadinya integrasi Sistem Manajemen K3 dengan system manajemen lain, dan menyatakan bahwa K3 harus menjadi bagian integral dari manajemen bisnis. Sedangkan integrasi yang diinginkan, diperlukan pengaturan yang fleksibel tergantung pada ukuran dan jenis operasi. Memastikan kinerja K3 yang baik adalah lebih penting daripada formalitas integrasi. ILO-K3 2001 menekankan bahwa K3 harus menjadi tanggung jawab manajemen lini di organisasi. Pedoman memberikan panduan untuk implementasi pada dua tingkat : organisasi dan nasional.




A.    Keselamatan Kerja Nasional dan Kerangka Sistem Manajemen Kesehatan

Pada tingkat nasional, mereka menyediakan untuk pembentukan kerangka nasional demi system manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3), hal ini sebaiknya didukung oleh UU dan peraturan nasional. Aksi di tingkat nasional termasuk nominasi dari lembaga yang kompeten untuk system manajemen K3, perumusan kebijakan nasional yang koheren dan pembentukan kerangka kerja untuk aplikasi nasional yang efektif dari ILO-OSH 2001, baik dengan cara langsung melaksanakan dalam organisasi atau yang adaptasi dengan kondisi nasional dan praktek oleh pedoman nasional serta kebutuhan spesifik organisasi sesuai dengan ukuran dan sifat kegiatan (oleh pedoman disesuaikan).
Kebijakan nasional untuk system manajemen K3 harus dirumuskan oleh lembaga yang kompeten dalam berkonsultasi dengan organisasi pekerja dan pengusaha, selain itu juga harus mempertimbangkan:
a.       Promosi Sistem Manajemen K3 sebagai bagian dari manajemen keseluruhan
b.      Menghindari  birokrasi, administrasi, serta biaya yang tidak terlalu diperlukan,
c.       Dukungan oleh Inspektorat tenaga kerja, keselamatan dan kesehatan, juga layanan lainnya.

               
   Fungsi dan tanggung jawab institusi pelaksanaan harus ditetapkan secara jelas. Angka   1 dari pedoman menggambarkan unsure-unsur kerangka nasional untuk system manajemen K3. Hal ini menunjukkan cara yang berbeda dalam K3 ILO-2001 ternyata dapat diimplementasikan di Negara anggota.











Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXsE3mhhEU3VYZuBrfPQ2JcCp4rZL_fcW-UdxX3WeFeXgaipW6wfDlh6Ipeaxllylu_lcxr8vPWg2c5y2u8YWQt8qkr-sz2D2OZ4WoJUwduSJYNh6YEuJoFs15yL7f1rRgBArqRCAdXmU/s400/Picture1.png
A.    Sistem Manajemen K3 di dalam organisasi

Bab 3 dari ILO-OSH 2001 berkaitan dengan system manajemen K3 di tingkat organisasi. Pedoman menekankan bahwa kepatuhan terhadap hukum dan peraturan nasional adalah tanggung jawab majikan. ILO-OSH 2001 mendorong terintegrasinya elemen system manajemen K3 ke dalam kebijakan secara keseluruhan dan pengaturan manajemen, serta menekankan hal tersebut pada tingkat organisasi, K3 harus menjadi tanggung jawab lini manajemen, dan tidak harus dilihat sebagai tugas untuk departemen K3 dan/atau spesialis.
Sistem manajemen K3 dalam organisasi memiliki lima bagian utama yang mengikuti siklus berstandar internasional, yakni siklus Plan-Do-Check-Act, dimana dasar dari pendekatan system ini diperuntukan bagi manajemen. Bagian tersebut adalah Kebijakan, Pengorganisasian, Perencanaan dan Pelaksanaan, Evaluasi, dan Tindakan Perbaikan.
Kebijakan tersebut mengandung unsur-unsur kebijakan K3 dan partisipasi kerja. Hal itu adalah dasar dari system manajemen K3, seperti menentukan arah bagi organisasi untuk mengikutinya. Pengorganisasian (Organizing) dalam hal ini mengandung unsur tanggung jawab dan akuntabilitas, kompetensi dan pelatihan, dokumentasi dan komunikasi. Utamanya daripada hal tersebut untuk memastikan struktur manajemen di tempat, serta tanggung jawab yang diperlukan dialokasikan untuk memberikan kebijakan K3. Perencanaan dan implementasi (Planning and Implementation) mengandung unsur-unsur dari tinjauan awal, system perencanaan, pengembangan dan implementasi, tujuan K3 dan pencegahan bahaya. Melalui kajian awal, menunjukkan di mana organisasi tersebut berdiri khususnya tentang K3, dan menggunakan hal ini sebagai dasar untuk melaksanakan kebijakan K3.
Evaluasi (Evaluation) mengandung unsur-unsur pemantauan dan pengukuran kinerja, investigasi cedera yang berhubungan dengan pekerjaan, sakit dan sehat, penyakit dan insiden, serta audit dan tinjauan manajemen. Hal itu menunjukkan bagaimana fungsi system manajemen K3 dan mengidentifikasi setiap kelemahan yang perlu diperbaiki. Hal ini termasuk unsur yang sangat penting dari audit, yang harus dilakukan pada setiap tahap. Pihak independent dari kegiatan yang akan diaudit haruslah melakukan audit. Hal ini tidak selalu berarti auditor itu dari pihak ketiga saja. Tindakan untuk perbaikan mencakup unsur-unsur tindakan pencegahan dan perbaikan yang ditingkatkan secara terus-menerus. Hal tersebut menerapkan tindakan preventif dan korektif yang diperlukan, lalu diidentifikasi, dievaluasi, serta di audit pula. Hal tersebut juga menekankan perlunya perbaikan secara terus-menerus terhadap kinerja K3 melalui perkembangan kebijakan yang konstan, system dan teknik untuk mencegah dan mengendalikan cedera yang berhubungan dengan pekerjaan, kesakitan, penyakit, dan insiden.
 Bagian utama dan unsur mereka dari manajemen system OSH pada organisasi    diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Undang-Undang K3
  1. Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie).
  2. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
  3. Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 203 tentang Ketenagakerjaan.
Peraturan Pemerintah terkait K3
  1. Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).
  2. Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Peredaran Pestisida.
  3. peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.
  4. Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 1979 tentang keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.
Peraturan Menteri terkait K3
  1. Permenakertranskop RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.
  2. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pengangkutan dan Penebangan Kayu.
  3. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja.
  4. Permenakertrans RI No 1 Tahun 19879 tentang Kewajiban Latihan Hygienen Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
  5. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.
  6. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
  7. Permenakertrans RI No 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
  8. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
  9. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1982 tentang Bejana Tekan.
  10. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1982 tentang Kualifikasi Juru Las.
  11. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja.
  12. Permenaker RI No 2 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis.
  13. Permenaker RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes.
  14. Permenaker RI No 4 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi.
  15. Permenaker RI No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.
  16. Permenaker RI No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
  17. Permenaker RI No 1 Tahun 1988 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap.
  18. Permenaker RI No 1 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat.
  19. Permenaker RI No 2 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi-instalasi Penyalur Petir.
  20. Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  21. Permenaker RI No 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  22. Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  23. Permenaker RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
  24. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
  25. Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian dan tata Kerja Dokter Penasehat.
  26. Permenaker RI No 3 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang.
Keputusan Menteri terkait K3
  1. Kepmenaker RI No 155 Tahun 1984 tentang Penyempurnaan keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep 125/MEN/82 Tentang Pembentukan, Susunan dan Tata Kerja Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  2. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI No 174 Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
  3. Kepmenaker RI No 1135 Tahun 1987 tentang Bendera keselamatan dan Kesehatan Kerja.
  4. Kepmenaker RI No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
  5. Kepmenaker RI No 245 Tahun 1990 tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional.
  6. Kepmenaker RI No 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
  7. Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.
  8. Kepmenaker RI No 197 Thun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya.
  9. Kepmenakertrans RI No 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) No SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja.
  10. Kepmenakertrans RI No 235 Tahun 2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak.
  11. Kepmenakertrnas RI No 68 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar